Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ceruk Cuan Limbah Plastik Terbuka Lebar, Tren Pertumbuhan Pasar Hingga 18%

Asean menghadapi tantangan besar dalam mengelola limbah plastik, dengan tingkat daur ulang yang masih rendah.
Ilustrasi sampah dari kemasan plastik/ Freepik
Ilustrasi sampah dari kemasan plastik/ Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Pengelolaan limbah plastik di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam tercatat masih rendah atau berada di kisaran 8% - 25%. Di sisi lain, permintaan plastik daur ulang terus meningkat pada kisaran 16% - 18% di kawasan Asean

Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan. Asean menghadapi tantangan besar dalam mengelola limbah plastik, dengan tingkat daur ulang yang masih rendah. 

Faktor utama yang menghambat peningkatan daur ulang adalah tingginya biaya pengumpulan dan penyortiran yang tinggi, ketergantungan pada pekerja informal, serta rendahnya tingkat daur ulang plastik fleksibel. 

Merujuk laporan Bain & Company bertajuk Membangun Kerangka Sirkularitas Plastik yang Tangguh di Asia Tenggara, untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan strategi menyeluruh yang mencakup edukasi publik, insentif finansial, inovasi teknologi, serta pemberdayaan pekerja informal dalam sistem daur ulang yang lebih formal. 

Pemerintah dapat mempercepat perubahan dengan kebijakan yang mendorong pengurangan plastik virgin dan memperbaiki ekosistem daur ulang, sementara industri dan merek dagang perlu berinvestasi dalam teknologi serta memperkuat komitmen terhadap ekonomi sirkular. 

Dengan kolaborasi yang erat antara berbagai pemangku kepentingan, Asia Tenggara dapat membangun sistem daur ulang plastik yang lebih efisien, berkelanjutan, dan berdampak positif bagi lingkungan serta ekonomi regional.

Partner Bain & Company, Thomas Luedi menjelaskan negara-negara di Asia Tenggara mulai menerapkan kebijakan untuk mengurangi penggunaan plastik dan meningkatkan tingkat daur ulang serta penggunaan konten plastik daur ulang. 

Sejumlah negara yang dimaksud adalah Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Indonesia, adalah Extended Producer Responsibility (EPR), yang mewajibkan produsen bertanggung jawab atas pengolahan atau pembuangan produk pascakonsumsi. 

Selain itu, upaya merek-merek ternama yang sudah berorientasi dengan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan juga turut mendorong permintaan plastik daur ulang. 

“Beberapa perusahaan barang konsumsi ternama bahkan telah menetapkan target ambisius untuk menggunakan 20%–50% plastik daur ulang dalam produk mereka,” ujar Thomas, dalam laporan yang dikutip, Selasa (19/3/2025). 

Di sisi lain, industri berbasis bahan plastik murni (virgin plastic) menghadapi kerentanan rantai pasok yang semakin meningkat di tengah tuntutan dekarbonisasi dan keberlanjutan. 

Thomas mengatakan risiko ini mendorong para pelaku industri, termasuk perusahaan petrokimia besar, untuk memperkuat kapasitas daur ulang plastik mereka. Akibatnya, konsep sirkularitas plastik semakin mendapat perhatian sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan dan menarik bagi industri.

“Namun, tantangan utama yang dihadapi para pelaku pasar bukan hanya investasi teknologi dan modal yang besar, tetapi juga kesulitan mendapatkan pasokan limbah plastik yang konsisten, berkualitas tinggi, dan ekonomis,” ujarnya. 

Harus diakui, jumlah limbah plastik yang dihasilkan sangat besar, sebagian besar tetap tidak terkumpul dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). 

Bain & Company menyebut, di negara-negara Asia Tenggara dengan permintaan plastik tinggi seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam, hanya sekitar 8%–10%, 15%–20%, dan 20%–25% limbah plastik di kawasan perkotaan utama yang berhasil dikumpulkan untuk didaur ulang. 

Thomas menambahkan, untuk mengatasi kompleksitas dalam pengelolaan limbah plastik, para pemangku kepentingan perlu menerapkan strategi intervensi yang mencakup edukasi, insentif, dan inovasi guna meningkatkan efektivitas serta keberlanjutan sistem daur ulang plastik di Asean.

“Lebih jauh, evolusi sistem daur ulang di Asean harus mempertimbangkan peran pekerja informal, yang menjadi ujung tombak dalam pengumpulan dan penyortiran limbah plastik. Oleh karena itu, penting untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan ekonomi mereka agar sistem daur ulang dapat berkembang secara inklusif dan berkelanjutan,” tambahnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper