Bisnis.com, JAKARTA — PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) menjadi satu dari segelintir emiten pertambangan dan ketenagalistrikan yang telah mengurangi eksposur bisnis terhadap batu bara.
Tahun ini menandai selesainya divestasi dua anak usaha TOBA di sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, yakni PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP). Dua bisnis ini resmi dilepas masing-masing pada Maret dan Mei 2025.
Pelepasan dua bisnis tersebut berkontribusi sebesar US$96,9 juta pada pos rugi nonkas TOBA. Alhasil, total kerugian yang dibukukan TBS Energi per Juni 2025 mencapai US$115,3 juta atau setara Rp1,87 triliun.
Meski demikian, kerugian tersebut tidak berdampak pada arus kas Perseroan karena adanya tambahan dana segar sebesar US$123,6 juta.
Penjualan dua unit PLTU tersebut juga diperkirakan bakal mengurangi jejak emisi karbon TBS Energi sebesar 1,4 juta ton karbon dioksida ekuivalen. Volume ini setara dengan pengurangan 86% emisi dalam setahun.
Berkurangnya eksposur batu bara dalam kinerja TOBA turut tecermin dari penurunan kontribusi komoditas hitam tersebut ke pendapatan perusahaan. Torehan ini turut diikuti dengan meningkatnya sumbangan lini bisnis hijau sepanjang paruh pertama 2025.
Mengutip laporan keuangan semester I/2025 yang dirilis TOBA pada pengujung Juli 2025, total pendapatan dari segmen pertambangan dan penjualan batu bara tercatat hanya mencapai US$91,67 juta, turun dari US$204,40 juta yang ditorehkan setahun sebelumnya. Capaian ini merepresentasikan kontribusi sebesar 53% dari total pendapatan. Sebagai perbandingan, kontribusi lini bisnis batu bara pada semester I/2024 menembus 82%.
Secara total, pendapatan konsolidasian tercatat sebesar US$172,2 juta. Nilai itu menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$248,7 juta.
Manajemen TOBA dalam siaran pers menyebutkan bahwa faktor utama penyebab penurunan adalah koreksi volume penjualan dari segmen pertambangan batu bara, dari 1,7 juta ton pada semester I/2024 menjadi 700.000 ton pada enam bulan pertama 2025. Selain itu, harga jual rata-rata selama periode ini bertengger di US$52,9 per ton, lebih rendah dari US$83 per ton pada periode yang sama pada 2024.
“Penurunan ini mencerminkan komitmen TBS dalam mengurangi ketergantungan terhadap sektor batu bara dan mempercepat transisi menuju portofolio bisnis yang lebih hijau dan berkelanjutan,” tulis manajemen TBS Energi.
Rapor Positif Bisnis Hijau
TBS Energi sendiri telah secara bertahap membangun pondasi transisi portofolio ke sektor-sektor yang lebih hijau dan berkelanjutan, seperti pengelolaan limbah, energi terbarukan, dan kendaraan listrik. Bisnis-bisnis ini cenderung tidak dipengaruhi oleh dinamika harga batu bara.
Pengelolaan limbah yang menjadi pilar baru TBS tercatat telah menunjukkan kontribusi positif. Segmen ini membukukan pendapatan sebesar US$ 59,6 juta dengan EBITDA mencapai US$10 juta hingga akhir Juni 2025. Angka ini mencerminkan margin EBITDA sebesar 17%.
Baca Juga : Bisnis Pengelolaan Limbah TOBA Terus Bertumbuh |
---|
Gerak positif bisnis baru emiten berkode saham TOBA itu tak lepas dari rampungnya proses akuisisi Sembcorp Environment Pte Ltd (SembEnviro), perusahaan Singapura yang bergerak di bidang pengelolaan limbah dan solusi lingkungan. Nilai transaksi akuisisi tersebut mencapai 405 juta dolar Singapura atau sekitar Rp4,77 triliun.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), TOBA menyebutkan bahwa SembEnviro diakuisisi TOBA melalui SBT Investment 2 yang 100% sahamnya dimiliki secara tidak langsung oleh perusahaan.
“Kami melihat bisnis pengelolaan sampah sebagai elemen kunci dalam transformasi TBS ke depan. Selain memiliki potensi pertumbuhan yang kuat, sektor ini memberikan kontribusi nyata terhadap lingkungan dan kualitas hidup masyarakat. Dengan kapabilitas dan skala yang kami miliki saat ini, kami percaya bisnis ini akan menjadi salah satu motor penggerak utama pertumbuhan jangka panjang TBS,” kata Direktur TBS Energi, Juli Oktarina.
Sebagai bagian dari ekspansi portofolio energi terbarukan, TBS bersama PLN Nusantara Power juga mengembangkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Tembesi di Batam, dengan kapasitas terpasang sebesar 46 megawatt peak (MWp). Proyek ini telah mencapai financial closing dan ditargetkan mencapai operasi komersial (COD) pada semester kedua 2026.
Sementara itu, melalui entitas asosiasinya, PT Adimitra Energi Hidro (AEH), TBS juga mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Sumber Jaya berkapasitas 6 MW yang telah resmi beroperasi secara komersial sejak 22 Januari 2025.
Di sektor ekosistem kendaraan listrik, Electrum mencatat kenaikan jumlah motor listrik sebesar 87% secara tahunan menjadi 5.406 unit. Kenaikan ini diikuti pula dengan bertambahnya jumlah stasiun penukaran baterai (BSS) sebesar 150% menjadi 320 titik dari sebelumnya 128 titik.
Juli juga menyampaikan bahwa tahun ini menjadi tonggak penting dalam transformasi TBS menuju bisnis yang lebih berkelanjutan.
“Kami sedang berada di fase strategis untuk mereposisi portofolio kami dan fokus pada pengembangan bisnis yang tidak hanya memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang, tetapi juga berkontribusi positif terhadap lingkungan dan masyarakat,” kata Juli.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.