Bisnis.com, JAKARTA - Apical, produsen hingga eksportir minyak sawit, angkat suara terkait kebijakan pengetatan ekspor minyak jelantah untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri.
Anak usaha Royal Golden Eagle (RGE) Group ini sebelumnya melakukan ekspor minyak jelantah untuk kebutuhan pembuatan bahan bakar terbarukan (Sustainable Aviation Fuel/SAF) di Eropa.
Merujuk informasi di laman perusahaan, Apical bersama dengan Cepsa mengembangkan fasilitas produksi biofuel generasi kedua (G2) dengan membangun pabrik terbesar di Eropa Selatan.
Investasi senilai 1 miliar Euro ini, menjadi salah satu investasi swasta terbesar dalam sejarah wilayah Andalusia, Spanyol Selatan.
Aliansi ini menandai masuknya Apical ke pasar SAF dan merupakan tonggak penting dalam strategi RGE dalam memproduksi berbagai bahan bakar sebagai upaya mendorong dekarbonisasi transportasi udara, laut dan darat.
Director of Corporate Affairs RGE Palm Business, Johan Kurniawan mengatakan kebijakan pengetatan ekspor minyak jelantah membuat Apical mencari pasokan bahan (used cooking oil/UCO) untuk mengganti pengiriman dari Indonesia.
Baca Juga
Hanya saja, pihaknya memaklumi kebijakan pemerintah untuk mengutamakan industri dalam negeri yang mendorong ketahanan pangan.
“Memang akibatnya, bahan baku kita [UCO] yang tadinya sudah komitmen untuk kita ekspor ke sana [Sponyol] itu tertahan. Saat ini, bahan baku untuk produksi SAF itu kan bisa dari UCO maupun POME,” ujarnya saat ditemui, pekan lalu.
Perusahaan patungan antara Apical dan Cepsa, Bio-Oils berbasis di Huelva, Spanyol, mengincar pasar SAF yang sering dipandang sebagai suatu solusi menuju masa depan tanpa emisi.
Pabrik baru ini dijadwalkan mulai beroperasi pada Semester 1/2026, yang dapat memproduksi hingga 500.000 ton SAF dan/atau solar terbarukan setiap tahunnya.
Johan menjelaskan, karena ekspor UCO dari Tanah Air tertahan, pihaknya sudah mengisi pasokan bahan baku dari lokasi lain. Sayang pihaknya enggan menyebut asal UCO diimpor.
“Kami dapat dari supply tempat lain. Kalau itu udah offshore, saya juga kurang paham. Yang pasti supply dari Indonesia itu sekarang dibatasi,” ujarnya.
Padahal, sebelumnya, dengan kemampuan Apical mengekstraksi limbah dan residu secara efisien, pasokan UCO didatangkan akan mendapatkan sebagian besar pasokan bahan bakunya dari limbah dan residu pertanian Apical, melalui kesepakatan jangka panjang dan global.
Di sisi lain, Cepsa akan berkontribusi atas keahlian dan pengalaman teknisnya dalam pengembangan proyek industri besar dan produksi bahan bakar, serta pengetahuannya tentang pasar Eropa dan tujuan dekarbonisasi pelanggannya di sektor transportasi.
Johan menambahkan tetap mendukung arahan pemerintah, dengan berupaya meminimalkan risiko terhadap eksistensi proyek yang sedang dikembangkan. Di sisi lain, terkait potensi pengembangan SAF di dalam negeri, Apical mendukung langkah-langkah pemerintah.
“Yang kita tahu pemerintah memang sudah punya peta jalannya. Misalnya dengan mendandalkan Pertamina, tetapi yang kita dengar sejauh ini kan memang belum berproduksi,” tambahnya.
Januari lalu, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit.
Permendag 2/2025 memperketat ekspor limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO).