Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uji Kesiapan Ekspor Indonesia saat UU Deforestasi Uni Eropa Ditunda

Penundaan implementasi UU Deforestasi Uni Eropa atau EUDR memberi waktu bagi Indonesia untuk memperkuat persiapan
Pekerja menjemur biji kopi di tempat pengolahan kopi milik Kelompok Tani Kopi Wanoja di Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/10/2024). Bisnis/Rachman
Pekerja menjemur biji kopi di tempat pengolahan kopi milik Kelompok Tani Kopi Wanoja di Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/10/2024). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Penundaan regulasi Uni Eropa (UE) yang melarang importasi komoditas pertanian terkait deforestasi atau European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) selama 12 bulan memberi ruang bagi Indonesia untuk lebih mempersiapkan diri.

Parlemen UE resmi menunda implementasi EUDR dari yang mulanya diterapkan akhir Desember 2024 menjadi 30 Desember 2025 bagi pelaku usaha besar, sementara usaha mikro dan kecil diberi kelonggaran hingga 30 Juni 2026. Regulasi ini memuat larangan masuknya komoditas pertanian yang terindikasi berasal dari lahan hasil deforestasi ke kawasan Uni Eropa.

Komoditas andalan ekspor Indonesia seperti sawit, kedelai, karet, kopi, kakao, hingga kayu tak luput dari aturan ini. Di dalam negeri, pemerintah dan para eksportir bersiap membenahi ketelusuran demi menjaga pangsa pasar di Benua Biru.

Menghadapi regulasi tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno mengatakan pemerintah Indonesia dan Malaysia telah menjalin kerja sama dengan Food and Agriculture Organization (FAO), organisasi PBB untuk pangan dan pertanian, untuk menyusun standar keberlanjutan (sustainability) global minyak sawit dan kelapa. Penyusunan ini adalah salah satu upaya Indonesia dan Malaysia sebagai dua produsen terbesar sawit untuk membuat standar keberlanjutan di luar UE.

“Kami telah berdiskusi dengan FAO untuk melakukan studi dalam rangka menyusun suatu standar sustainability untuk palm oil dan coconut oil,” kata Havas dalam sambutannya pada Konferensi Internasional Rumah Sawit Indonesia, Rabu (19/2/2025).

Havas mengatakan standar keberlanjutan global merupakan jawaban atas berbagai tuntutan dan tekanan yang menyasar industri sawit, terutama dari UE.

“Nanti kami bisa menyampaikan kepada UE bahwa Indonesia dan Malaysia sudah memiliki standar sustainability global di tingkat FAO. Jadi bukan hanya UE yang punya standar, tetapi juga ada standar global,” kata Havas.

Kakao menjadi salah satu komoditas yang disasar dalam regulasi antideforestasi Uni Eropa
Kakao menjadi salah satu komoditas yang disasar dalam regulasi antideforestasi Uni Eropa

Havas mengemukakan bahwa ia juga meminta Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) untuk turut merumuskan standar keberlanjutan global yang bisa dibawa ke tingkat FAO.

“Sehingga kita memiliki standar keberlanjutan global dengan tingkat keberterimaan yang lebih luas,” kata Havas.

Arif mengatakan UE tidak menjelaskan secara resmi alasan penundaan EUDR. Namun pemerintah Indonesia melalui duta besar di 18 negara telah menyatakan protes atas rencana implementasi regulasi tersebut.

Meski ditunda, Arif juga menyarankan agar Indonesia tetap bersiap menghadapi implementasi EUDR. Salah satu persiapan tersebut adalah melalui aktivasi Indonesia National Commodity Dashboard sebagai referensi untuk menelusuri asal komoditas ekspor Indonesia.

“Kita perlu terus menyampaikan bahwa keberlanjutan bukanlah monopoli Eropa. Kita juga memiliki kemampuan untuk menerapkannya dalam berbagai bidang dan kebijakan,” kata Arif.

Sementara itu, Kementerian Kehutanan memastikan ekspor produk hasil hutan Indonesia siap menghadapi implementasi EUDR.

“Untuk EUDR kami sudah siap. Kami siap mematuhinya dengan sistem verifikasi legalitas kayu atau SVLK untuk menjamin ketelusuran produk hasil hutan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan Dida Migfar Ridha, Jumat (21/2/2025).

Dida mengemukakan bahwa SVLK telah menyertakan lokasi geografis untuk memenuhi syarat ekspor sebagaimana diatur EUDR. Untuk membuktikan produk ekspor tidak berasal dari kawasan deforestasi, para eksportir harus menuruti menyertakan lokasi geografis asal komoditas. Namun, Dida juga berharap pihak Uni Eropa dan Indonesia berkoordinasi dan menyepakati peta acuan bersama.

“Di SVLK kini sudah dilengkapi dengan geolocation. Jadi ketika berinteraksi dengan pihak luar, langsung terdeteksi. Kami juga berkoordinasi dengan Uni Eropa agar peta yang menjadi acuan sama,” tambahnya.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk kayu Indonesia ke Uni Eropa dalam kode HS 44 mencapai US$306,12 juta pada 2024, turun 3,04% dibandingkan dengan 2023 yang menembus US$315,72 juta. Adapun ekspor produk kayu pada 2022 menembus US$388,95 juta.

Pasar Uni Eropa Tetap Penting

Pasar Uni Eropa dengan populasi mencapai 448 juta tetap penting bagi ekspor Indonesia. Bagaimanapun, kawasan ini adalah salah satu destinasi ekspor komoditas perkebunan Indonesia, tak terkecuali sawit dan turunannya.

Data BPS memperlihatkan bahwa nilai ekspor minyak nabati ke lima negara ekonomi terbesar UE hingga November 2024 mencapai US$1,77 miliar. Sementara nilai ekspor pada 2022 menembus US$2,54 miliar dan 2023 sebesar US$1,78 miliar.

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian turut menimpali data tersebut. Pasar UE setidaknya menyerap 13% persen ekspor pasta kakao dari Indonesia, terbesar ketiga setelah China dan Malaysia. Untuk komoditas kopi, persentase pangsa UE mencapai 23% atau terbesar bersama dengan Amerika Serikat.

Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia Kacuk Sumarto mengatakan regulasi EUDR tidak bisa dikesampingkan. “Untuk pengembangan sawit harus ada tata caranya karena kita juga berdagang dengan Eropa. Sebagai pembeli, merekalah rajanya. Jika mereka meminta kriteria begini begitu, memang itulah yang mereka minta sebagai pembeli,” kata Sumarto.

Dalam skenario perdagangan komoditas perkebunan ke Uni Eropa tidak berlanjut, Sumarto mengatakan Indonesia perlu menyiapkan pasar alternatif untuk mengkompensasi hilangnya devisa ekspor.

“Indonesia boleh tidak berdagang dengan Eropa, tetapi harus ada alternatif berdagangnya ke mana. Pemerintah harus memfasilitasi, nggak boleh hanya melarang saja, tetapi memfasilitasi, memberikan alternatif,” imbuhnya.

Managing Director Amarantis–lembaga konsultan yang berbasis di Brussels, Belgia–Jelmen Haaze mengatakan EUDR dapat menjadi peluang bagi eksportir Indonesia untuk menangkap pasar premium di Uni Eropa. Pemenuhan kriteria dalam EUDR disebutnya juga menjadi salah satu strategi jangka menengah dan panjang.

Di sisi lain, eksportir berisiko kehilangan pasar dan reputasi jika mengabaikan regulasi yang diharapkan pembeli, serta menghadapi tantangan volatilitas pasar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper