Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Mitigasi Bencana Iklim ketika Anggaran BMKG Dipotong 50%

Komisi V DPR menyepakati efisiensi anggaran BMKG untuk 2025 sebesar 50,35% dari Rp2,82 triliun menjadi Rp1,40 triliun
Peta prakiraan daerah potensi banjir Indonesia untuk Maret 2025/Dok. BMKG
Peta prakiraan daerah potensi banjir Indonesia untuk Maret 2025/Dok. BMKG

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tak luput dari implementasi efisiensi anggaran yang diserukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Dalam Rapat Kerja (Raker) secara daring yang digelar pada Kamis (6/2/2025), Komisi V DPR resmi menyetujui pagu indikatif anggaran 2025 hasil efisiensi untuk lembaga tersebut.

Ketua Komisi V DPR Lasarus mengumumkan bahwa anggaran BMKG untuk 2025 adalah sebesar Rp1,40 triliun. Nilai itu turun 50,35% dibandingkan dengan pagu indikatif yang sebelumnya dipatok sebesar Rp2,82 triliun.

Menyusul keputusan tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memastikan bahwa layanan informasi cuaca, iklim, dan deteksi gempa bumi hingga potensi tsunami tetap menjadi prioritas dan berlangsung maksimal selama 24 jam menjangkau masyarakat di seluruh Indonesia.

"Meskipun dilakukan efisiensi anggaran, BMKG menjamin terlaksananya operasional layanan informasi 24 jam dan secara terus menerus," kata Dwikoritas Jumat (7/2/2025), sebagaimana dilaporkan Antara.

Efisiensi sendiri merupakan tindak lanjut atas Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.2025 dan sudah ditetapkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.

Dwikorita mengatakan terdapat beberapa bidang yang siap diefisiensikan BMKG, mulai dari belanja modal seperti pembelian peralatan baru untuk operasional monitoring dan deteksi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami.

Efisiensi juga menyasar anggaran operasional seperti penggunaan listrik di kantor, jaringan komunikasi serta suku cadang peralatan dan mesin.

BMKG juga akan melakukan pengetatan perjalanan dinas, memaksimalkan pertemuan luring menjadi secara daring, dan menyeimbangkan ritme kerja pegawai dengan menerapkan work from office (WFO) dan work from anywhere (WFA).

View this post on Instagram

A post shared by BMKG (@infobmkg)

Kepastian yang disampaikan Dwikorita seolah menggugurkan kekhawatiran yang sempat disampaikan oleh Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin sehari sebelumnya.

Meskipun BMKG secara prinsip mendukung keputusan tersebut, dia tidak memungkiri bahwa efisiensi dapat berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk terhadap pemeliharaan yang tidak dapat dilaksanakan pada 2025.

Muslihhuddin menjelaskan bahwa terdapat batas minimum anggaran yang perlu dipenuhi untuk memastikan layanan di bidang meteorologi, klimatologi, geofisika, serta modifikasi cuaca yang andal bagi masyarakat serta mendukung kebijakan nasional di sektor kebencanaan dan ketahanan iklim.

Efisiensi anggaran diperkirakan berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati karena kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71%, sehingga observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami juga terganggu.

Setidaknya terdapat 600 alat sensor untuk pemantauan gempa bumi dan juga tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan bagian dari Aloptama BMKG. Mayoritas alat ini memiliki usia yang melampaui kelayakan.

“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami menurun dari 90% menjadi 60% dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempabumi dan tsunami menurun 70%,” paparnya, Kamis (6/2/2025). Sebagai catatan, BMKG merupakan salah satu penyedia peringatan dini tsunami di Samudera Hindia dan kawasan Asean.

Muslihhuddin juga menambahkan soal nasib kajian tentang dinamika iklim dan tektonik jangka menengah dan panjang di Indonesia yang berpotensi sulit terlaksana. Ada pula tantangan modernisasi sistem dan peralatan operasional yang terhenti, termasuk keselamatan transportasi udara dan laut yang membutuhkan akurasi 100%.

Dampak lebih lanjut dari efisiensi anggaran adalah keberlangsungan layanan untuk ketahanan pangan, energi dan air. Terlebih dengan status Indonesia sebagai negara yang rawan menghadapi bencana geo-hidrometeorologi.

Dia mengemukakan mitigasi ancaman bencana geo-hidrometeorologi di Indonesia merupakan hal mutlak dan tidak dapat diabaikan karena menyangkut keselamatan masyarakat luas.“

Oleh karena itu perlu adanya dukungan yang berfungsi secara maksimal dalam membangun masyarakat yang tahan bencana,” kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper