Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkap jutaan ton sampah berpotensi menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) selama perayaan bulan suci Ramadan. Sampah bekas takjil menjadi salah satu penyebab.
Takjil merupakan penganan dan minuman untuk berbuka puasa. Makanan tersebut biasa dibagikan masyrakat atau dapat dibeli di tempat-tempat tertentu.
Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular KLH Agus Rusly mengatakan bahwa tumpukan sampah itu terjadi seiring dengan masyarakat yang memburu takjil puasa. Alhasil, sampah rumah tangga meluap dan tembus mencapai jutaan ton.
“Mengingatkan dekat-dekat lagi Ramadan, negara-negara yang berpenduduk muslim ini biasanya lapar mata untuk buka puasa, semua kita beli … Semua kita beli [makanan dan minuman] dan jutaan ton [sampah] selama bulan suci Ramadan, ini mungkin bisa menjadi pengingat kita semua,” kata Agus dalam Bisnis Indonesia Forum bertajuk ‘Transformasi Ekonomi Hijau, Siapkah Kita?’ di Kantor Bisnis Indonesia, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Di sisi lain, sampai dengan 2035, Indonesia ditargetkan untuk menurunkan volume sampah. Dengan begitu, zero waste zero emission (ZWZE) 2050 tercapai dan berkontribusi menuju emisi nol bersih (net zero emission) 2060.
Kendati demikian, Agus juga mengungkap bahwa emisi sektor limbah tidak bisa pada posisi nol emisi, tetapi hanya mendekati nol. Dia menyampaikan tingkat emisi sebesar 9,07 juta ton CO2e yang diproyeksikan pada emisi nol bersih pada 2060.
Baca Juga
Adapun, emisi Net Zero Emission from Waste 2050 ditargetkan 72 juta ton CO2e. Bahkan, emisi puncak sektor limbah diperkirakan terjadi pada 2030.
Sejalan dengan hal itu, pemerintah mendorong masyarakat untuk melakukan pengomposan hingga kegiatan 3R sampah kertas sebagai langkah mengurangi emisi gas rumah kaca sektor sampah.
Jika dilihat menurut skenarionya pengelolaan sampah, Agus menyampaikan bahwa pada 2030 pemerintah menargetkan sebanyak 50% industri menggunakan kertas daur ulang dalam negeri dan 25% limbah cair domestik terkelola.
Untuk 2031–2035, dalam dokumen Second Nationally Determined Contribution (Second NDC), Indonesia akan mengimplementasikan zero waste and zero emission berjalan berkelanjutan, zero open burning, dan pengolahan sampah tanpa emisi ditingkatkan.
Adapun, pemerintah melakukan intervensi yang salah salah satunya dengan melakukan shifting operasional pengelolaan seluruh TPA di Indonesia untuk menerapkan operasional secara sanitary atau controlled landfill dengan dilengkapi fasilitas penangkapan/pemulihan gas metana.
Kemudian, lanjut Agus, melakukan optimalisasi fasilitas pengelolaan sampah waste-to-energy, RDF, SRF, biodigester. dan fasilitas sampah lainnya sehingga TPA hanya untuk pengelolaan.
Lalu, memperkuat kegiatan pemilahan sampah di sumber dan memanfaatkan sampah sebagai bahan baku daur ulang sebagai implementasi pendekatan ekonomi sirkular.
“Tidak ada pembangunan TPA baru dimulai pada 2030 dengan optimalisasi TPA eksisting melalui landfill mining, dan penguatan regulasi terkait pembakaran ilegal atau terbuka mulai 2031,” ujarnya.