Bisnis.com, JAKARTA – Pertemuan bilateral antara Indonesia dan Brasil memberikan banyak harapan untuk perekonomian kedua negara, termasuk soal peningkatan penggunaan energi terbarukan (EBT) di Indonesia.
Presiden RI Prabowo Subianto sudah menyampaikan ambisinya untuk menargetkan EBT dalam kelistrikan di Indonesia mencapai 100% pada dalam 10 tahun mendatang atau 2035.
"Kami berencana mencapai 100% energi terbarukan dalam sepuluh tahun ke depan. Targetnya, tentu saja, adalah 2040, tetapi para ahli saya mengatakan kita dapat mencapainya jauh lebih cepat," kata Prabowo saat konferensi pers bersama Presiden Brasil Lula da Silva di Brasilia, Rabu (9/7/2025) dilansir dari Bloomberg.
Target ini tidak hanya menantang, tetapi juga terkesan ambisius. Hal ini merujuk kenyataan bahwa Indonesia masih memanfaatkan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU).
Memang, sejak pelantikannya tahun lalu, Kepala Negara telah menyampaikan keinginannya untuk mempercepat transisi dari bahan bakar fosil.
Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034, penambahan pembangkit ditargetkan mencapai 69,6 gigawatt (GW). Angka tersebut pun lebih tinggi dari RUPTL 2021–2030 yang hanya 40,6 GW.
Baca Juga
Lebih terperinci, dalam RUPTL teranyar, 76% dari total kapasitas itu berasal dari EBT. Adapun, komposisi porsi EBT itu terdiri atas 42,6 GW atau 61% dan storage 10,3 GW atau 15%.
Sementara itu, PLN membidik bauran energi mencapai 34,3% pada 2034. Hal ini juga tercantum dalam RUPTL terbaru.
Dokumen RUPTL yang belum lama dirilis pemerintah, seakan langsung tersapu oleh pernyataan Presiden Prabowo dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Brasil Lula da Silva di Brasilia, Rabu (9/7/2025).
Belajar dari Brasil
Buah tangan pertemuan bilateral Presiden Prabowo dan Presiden Lula tidak sedikit. Serangkaian potensi kerja sama ekonomi dibahas, termasuk peluang peningkatan kerja sama untuk bioenergi di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat mendampingi Presiden Prabowo, Rabu (9/7/2025).
Bahlil mengatakan, isu energi bersih, ketahanan iklim, dan penguatan kerja sama bioenergi menjadi salah satu isu yang dibahas di tengah meningkatnya tantangan global terhadap transisi energi dan perubahan iklim.
Sejalan dengan agenda tersebut, Bahlil menegaskan bahwa Indonesia melihat Brasil sebagai mitra penting dalam transisi energi.
"Brasil telah membuktikan dirinya dalam pemanfaatan energi rendah karbon, pengalaman mereka menjadi referensi penting bagi Indonesia yang sedang mempercepat bauran energi bersih," ujar Bahlil.
Menurutnya, inisiatif Brasil dalam mengembangkan bioetanol dari tebu juga telah menjadikan negara tersebut produsen etanol terbesar kedua di dunia.
Model ini dianggap sangat relevan dengan rencana Indonesia yang saat ini tengah memperluas penggunaan biofuel, termasuk melalui pengembangan bahan baku baru.
Menurut Bahlil, pengembangan bioetanol merupakan bagian dari strategi nasional untuk menciptakan ekosistem energi yang berkelanjutan dan inklusif.
"Selain mendukung transisi energi dan membuka peluang ekonomi baru di daerah, langkah ini juga selaras dengan potensi kerja sama bersama Brasil yang telah memiliki pengalaman panjang dalam mengembangkan bioenergi," imbuhnya.
Dia menyebut, komitmen Indonesia dalam memperkuat pemanfaatan bioenergi ditegaskan melalui penerbitan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pengusahaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN).
Aturan ini mengatur tata kelola biofuel, termasuk bioetanol secara komprehensif, mulai dari pengusahaan, distribusi, hingga pemanfaatannya di sektor transportasi, dengan insentif bagi pelaku usaha.
"Permen ini menjadi landasan penting bagi kita dalam memperkuat ekosistem bioenergi nasional. Kerja sama dengan Brasil di bidang teknologi, riset, dan peningkatan kapasitas sangat potensial untuk mempercepat implementasi kebijakan ini di lapangan," kata Bahlil.
Keperkasaan Brasil
Adapun merujuk data dari EMBER, 90% listrik Brasil dihasilkan dari sumber rendah karbon pada tahun 2024, di atas rata-rata global sebesar 41%. Brasil merupakan negara terbesar ke-6 dalam hal permintaan listrik.
Hal ini membuat Negeri Samba memimpin G20 dalam listrik terbarukan. Pertumbuhan pesat pembangkit listrik tenaga angin dan surya telah membuat Brasil memenuhi permintaan listriknya selama dekade terakhir dengan EBT.
Brasil pun menjadi negara dengan emisi per kapita terendah di G20. Gelar ini telah dipegangnya selama setidaknya dua dekade.
Pertumbuhan pemanfaatan EBT Brasil telah membantu mengurangi emisi sektor listriknya dengan cepat, dari puncaknya sebesar 0,56 tCO2 per kapita pada 2014 menjadi 0,33 tCO2 per kapita pada 2023.