Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Kalah Dalam Perlombaan Elektrifikasi Energi Bersih dari Asia

Sejak tahun 2000, China telah menggandakan pangsa listrik sebagai proporsi energi primer menjadi hampir seperempat, sedangkan AS dan Eropa mengalami stagnasi.
Ilustrasi keberadaan pembangkit energi terbarukan./Bisnis - Puspa Larasati
Ilustrasi keberadaan pembangkit energi terbarukan./Bisnis - Puspa Larasati

Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat (AS) tertinggal dari negara-negara berkembang di Asia dalam perlombaan elektrifikasi.

Kesenjangan itu dapat bertambah jika para pembuat undang-undang AS memutuskan untuk menambah bea masuk pada ladang tenaga surya dan angin baru untuk membiayai pemotongan pajak Presiden AS Donald Trump.

Sebuah laporan baru dari lembaga pemikir energi bersih Ember menemukan bahwa negara-negara seperti Vietnam dan Bangladesh meningkatkan pangsa listrik mereka dalam bauran energi total lebih cepat daripada AS.

Peneliti di Ember Daan Walter mengatakan sejak tahun 2000, China telah menggandakan pangsa listrik sebagai proporsi energi primer menjadi hampir seperempat, sedangkan AS dan Eropa mengalami stagnasi.

"Elektrifikasi adalah persaingan yang paling penting saat ini bagi negara-negara yang ingin mengembangkan ekonomi mereka. Listrik tidak hanya membantu meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya operasional. Industri yang mendukung elektrifikasi, seperti manufaktur mobil listrik dan pemasangan pompa panas, juga tumbuh lebih cepat daripada sektor lainnya," ujarnya dilansir Bloomberg, Selasa (1/7/2025). 

Laporan tersebut muncul saat Senat AS terus membahas rancangan undang-undang pajak dan pengeluaran. Sekelompok Senator dari Partai Republik berupaya melunakkan rencana agresif untuk menghentikan subsidi bagi proyek tenaga angin dan surya dalam paket tersebut. Amandemen yang tengah diedarkan juga akan menghapuskan usulan pajak cukai baru yang akan diberlakukan RUU Senat pada proyek tenaga angin dan surya yang menggunakan komponen dari China dan entitas asing yang menjadi perhatian lainnya.

Sebagian besar negara Asia adalah importir bahan bakar fosil, yang menjadikan elektrifikasi dan penambahan energi terbarukan sebagai keharusan ekonomi. Sebagai produsen minyak dan gas alam terbesar di dunia, AS tampaknya tidak memiliki insentif ekonomi yang sama.

Namun, permintaan listrik negara itu menjadi semakin sulit dipenuhi dengan konsumsi daya pusat data dari kecerdasan buatan yang terus meningkat. Adapun tantangannya yakni kekurangan peralatan dan orang serta hambatan regulasi mempersulit pembangunan pasokan energi.

Memenuhi permintaan daya yang terus meningkat mendorong negara-negara Asia untuk membangun sektor manufaktur untuk peralatan jaringan dasar, seperti transformator dan kabel. Vietnam dan Indonesia menduduki peringkat tinggi dalam laporan Ember tentang negara-negara yang melakukan elektrifikasi dengan cepat, sementara negara-negara lain seperti India, Pakistan, dan Sri Lanka mengungguli dengan pangsa tenaga surya dan angin dalam campuran jaringan.

Walter mengatakan bahwa ketertinggalan dalam elektrifikasi merupakan peluang yang hilang bagi negara-negara maju.

"Energi terbarukan dapat membuat listrik lebih murah. Elektrifikasi meningkatkan teknologi sehari-hari yang diandalkan rumah tangga mobil, sistem pemanas dan kontrol dan menghasilkan penghematan," tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper