Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyebut Kalimantan Timur sebagai pionir dalam pembayaran berdasarkan kinerja atau result based payment (RBP) dalam bagian penanganan perubahan iklim yang melibatkan langsung masyarakat.
Ketua Harian I Tim Kerja FOLU Net Sink 2030 Kemenhut Ruandha Agung Sugardiman mengatakan RBP menjadi instrumen krusial untuk aksi iklim yang dilakukan di tingkat tapak dengan pemberian insentif untuk para pelakunya.
"Kesuksesan RBP tidak terletak di ruang rapat kebijakan semata ia dibangun dan diuji di tingkat tapak langsung, di mana masyarakat, pemerintah daerah dan praktisi bekerja langsung dengan hutan dan lahan. Kalimantan Timur adalah pionir dalam perjalanan ini, pengalaman mereka dengan segala keberhasilan, pembelajaran dan tantangannya adalah harta karun pengetahuan bagi kita semua," ujarnya dilansir Antara, Rabu (25/6/2025).
Kaltim sudah terlibat dalam sejumlah skema RBP hasil kerja sama Indonesia dengan sejumlah pihak termasuk Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF) sampai dengan kerja sama bersama Central African Forest Initiative (CAFI). Dari berbagai skema tersebut, Kaltim sudah mendapatkan banyak wawasan yang tidak ternilai terkait bagaimana RBP dapat terimplementasi di lapangan.
Sebelumnya, FCPF-CF yang dilaksanakan di Kaltim sendiri sudah memasuki fase akhir pada awal 2025 menunggu pembayaran dari Bank Dunia (World Bank) untuk pembiayaan berbasis kinerja dalam kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+).
Terkait FCPF-CF telah didapatkan pendanaan awal atau advance payment pada 2022 sebesar US$20,9 juta atau sekitar Rp340 miliar atau setara dengan pengurangan emisi 4,18 juta ton karbondioksida ekuivalen (CO2e).
Baca Juga
Merujuk pada dokumen kontrak Emission Reductions Payment Agreement (ERPA) FCPF-CF, target pengurangan emisi program ini mencapai 22 juta ton CO2e dengan total insentif yang disediakan mencapai US$110 juta, Indonesia masih berpeluang untuk mendapatkan dana insentif RBP REDD+ sebesar US$89,1 juta.