Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menerka Prospek Tren Ruang Kantor Fleksibel Menempati Gedung Hijau

Green building menjadi salah satu persyaratan utama dalam pemilihan kantor terutama bagi tenant multinasional.
Ilustrasi gedung perkantoran Jakarta. /dok istimewa
Ilustrasi gedung perkantoran Jakarta. /dok istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Gedung perkantoran premium maupun grade A yang telah bersertifikat hijau dilirik flex office atau ruang kantor fleksibel. 

Untuk diketahui, kantor fleksibel adalah istilah untuk ruang kerja yang dilengkapi furnitur dan dikelola secara profesional, yang disewakan untuk bisnis dengan jangka waktu yang fleksibel. Ruang-ruang di flex office dilengkapi dengan berbagai fasilitas kantor, seperti internet berkecepatan tinggi, ruang rapat, layanan resepsionis, dan dukungan administrasi, sehingga perusahaan dapat fokus pada sisi operasional tanpa perlu mengurus manajemen kantor.

City Head The Executive Centre Indonesia Ferry Pranata mengatakan gedung yang telah disertifikasi green building dan well certification sangat diminati perkantoran fleksibel. Hal ini karena ada beberapa tenant perusahaan yang mencari ruang perkantoran di gedung bersertifikat hijau.

“Kami bermain di gedung grade A dan premium yang sudah green building,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025). 

Adapun terhadap sejumlah hal yang The Executive Centre (TEC) lakukan untuk mendukung efisiensi energi yakni dengan penggunaan lampu hemat energi atau LED. Selain itu, sebisa mungkin memanfaatkan pencahayaan alami supaya ruangan tetap terang tanpa boros listrik.

“Kami memilih gedung yang punya insulasi bagus seperti kaca double glazed dan material yang bisa jaga suhu ruangan tetap stabil jadi enggak perlu boros AC,” katanya.

Kemudian, seluruh peralatan elektronik yang digunakan TEC memiliki standar energy star sehingga lebih menghemat listrik tetap tetap andal. Selanjutnya, untuk fit out dan renovasi menggunakan material yang lebih ramah lingkungan dan tahan lama sehingga tidak perlu sering diganti dan mengurangi limbah.

“Meskipun TEC mengutamakan ruang kerja privat dan berpartisi, desain kami tetap memperhatikan efisiensi mulai dari tata letak ventilasi, pemilihan material insulasi, hingga sistem pendingin udara yang disesuaikan per zona, jadi tetap nyaman tanpa boros energi,” ucapnya.

Dia menuturkan selama ini, TEC memang tidak secara spesifik membuat laporan penghematan energi per center karena sebagian besar operasional energi seperti listrik dan pendingin ruangan ditanggung langsung oleh gedung. Namun demikian, prinsip efisiensi dan keberlanjutan ruang perkantoran fleksibel tetap diterapkan.

Dia menambahkan tenant perusahaan yang menggunakan layanan fasilitas workspace yang fleksibel dan premium ini merupakan multinational corporation (MNC) yang perusahaan asalnya dari Amerika, Eropa, dan China yang berkutat pada bisnis teknologi dan finansial.

“Mereka ada kewajiban untuk mencari ruang perkantoran yang telah menerapkan standar green dan keberlanjutan. Okupansi 4 ruang perkantoran TEC di atas 68%, kami akan dorong ke 99%,” tutur Ferry. 

Adapun TEC merupakan penyedia ruang kerja fleksibel premium di Asia, yang memulai operasinya di Hong Kong pada tahun 1994 dan kini memiliki lebih dari 220 centre di 36 kota dan 16 negara dengan pendapatan tahunan TEC lebih dari US$350 juta. 

Co Founder dan Senior Director PT Leads Property Services Indonesia Darsono Tan menuturkan green building menjadi salah satu persyaratan utama dalam pemilihan kantor terutama bagi tenant multinasional. Hal inilah yang membuat flex office berada di gedung perkantoran yang telah memiliki sertifikasi hijau. 

“Akses ke transportasi umum seperti MRT, LRT dan kelengkapan fasilitas jadi daya tarik utama sehingga pada umumnya tingkat okupansi gedung menjadi lebih tinggi. Tenant cenderung berpindah ke gedung kantor yang lebih berkualitas dan di lokasi yang lebih premium,” ujarnya kepada Bisnis. 

Pada kuartal I/2025, tercatat sebanyak 146.000 meter persegi ruang kantor fleksibel yang tersedia di pasar Jakarta, dengan rata-rata harga sewa per orang mencapai Rp2,9 juta per bulan. Saat ini, proporsi pasokan kantor fleksibel berkisar 1,3% dari total pasokan ruang kantor di Jakarta. Angka ini menunjukkan ceruk pasar yang tumbuh didorong oleh tren kerja hybrid dan efisiensi biaya. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan tahunan pasokan kantor fleksibel di Jakarta mencapai 8,2% yang mencerminkan ekspansi pasar yang berkelanjutan.

“Potensi bisnis makin terlihat dari rata-rata tingkat okupansi kantor fleksibel di Jakarta yang mencapai 79%,” katanya.

Adapun sebanyak 52% dari total pasokan kantor fleksibel di Jakarta dioperasikan oleh merek lokal. Hal ini juga mencerminkan permintaan yang kuat dari tenant lokal. Menurutnya, operator lokal, GoWork, mendominasi dengan menyumbang 32% dari total pasokan kantor fleksibel di Jakarta.

“Sementara itu, 48% pasokan disediakan operator multinasional, di mana IWG memimpin dengan 28% dari total pasokan kantor fleksibel di Jakarta,” ucapnya.

Kawasan CBD Jakarta menyumbang 78% pasokan flex office di Jakarta hingga Tangerang, sedangkan kawasan luar CBD terutama Pondok Indah dan TB Simatupang serta Tangerang hanya memasok 22%. Kendati demikian, tingkat keterisian kantor fleksibel di luar CBD dan Tangerang rerata mencapai 81%, sedangkan di CBD Jakarta berkisar 78%.

“Saat ini ada sebanyak 82 pusat kantor fleksibel di Jakarta. Angka ini terus tumbuh secara signifikan karena tingginya permintaan pasar. Ukuran rerata satu pusat kantor fleksibel di Jakarta adalah 1.700 meter persegi atau setara dengan satu lantai penuh gedung perkantoran konvensional,” terang Darsono.

CEO PT Leads Property Services Indonesia Hendra Hartono menambahkan tingginya perusahaan multinasional yang menempati gedung perkantoran bersertifikat hijau karena aturan global head office yang harus menerapkan aturan environment, social, and good governance (ESG) di mana mendukung program kelestarian dan ramah lingkungan dengan harus memiliki sertifikat hijau. Adapun jumlah gedung perkantoran bersertifikat hijau di Jakarta saat ini mencapai 14% dari total luas lantai bruto Central Business Distric (CBD) mencapai 1.076.404 meter persegi.

“Untuk itu salah satu cara pembobotan utama dan mudah dalam mendapatkan sertifikat hijau untuk kantor mereka adalah dengan menempati gedung kantor yang bersertifikat hijau, tidak hanya interior dan perabotnya yang ramah lingkungan,” ujarnya kepada Bisnis. 

Dia memprediksi tren permintaan untuk gedung perkantoran hijau terus berlangsung karena tekanan dari para korporasi multinasional yang memiliki policy mandatory untuk menempati gedung kantor dengan aspek kesinambungan (sustainability) terutama pada gedung grade A dan premium grade A. Para perusahaan besar dan multinasional kebanyakan dari mereka mulai mencari ruang perkantoran yang memenuhi standar keberlanjutan dan ramah lingkungan sebagai bagian dari komitmen ESG. Adapun perusahaan multinasional tersebut berasal dari sektor sektor finansial, pertambangan, jasa, consumer goods, dan teknologi.

“Jadi banyak gedung eksisting grade A yang melakukan upgrade ke gedung bersertifikat green building. Rerata semua gedung premium grade A sudah memiliki sertifikat green building. Tren sewa perkantoran di Jakarta semakin dipengaruhi oleh konsep gedung ramah lingkungan,” katanya. 

Gedung ramah lingkungan sangat menarik karena dapat mengurangi biaya operasional jangka panjang melalui efisiensi energi dan air, serta meningkatkan produktivitas karyawan melalui lingkungan kerja yang sehat.

“Para penyewa semakin sadar akan dampak lingkunga dan keberlanjutan. Terkait dengan harga sewa belum ada kenaikan untuk ruang perkantoran hijau, masih stabil. Harga transaksi sewa ruang kantor hijau dengan yang tidak, tidak ada perbedaan, jadi predikat green building bukan menjadi penentu harga sewa,” ucap Hendra.

Head of Office Services Colliers Indonesia Bagus Adikusumo menuturkan flex office saat ini sebagian besar berada di gedung perkantoran bersertifikat hijau. Hal ini karena ada tuntutan tenant multinasional untuk berkantor di gedung hijau. Saat ini, persyaratan untuk memiliki kantor di gedung hijau bersertifikat sebagian besar dipicu oleh perusahaan multinasional, sedangkan perusahaan lokal atau nasional belum ada yang memiliki kantor di gedung hijau bersertifikat.

“Namun kami yakin, hal itu akan segera berubah, perusahaan lokal akan minati gedung kantor bersertifikat hijau,” tuturnya kepada Bisnis. 

Menurutnya, tantangan gedung hijau bersertifikat adalah mempertahankan sertifikasinya karena banyak persyaratan yang perlu dilakukan baik oleh pemilik gedung maupun penyewa. Adapun data Colliers Indonesia, jumlah gedung di Jakarta yang bersertifikat hijau dengan tingkat gold sebanyak 28 gedung, gold plus sebanyak 2 gedung, dan platinum sebanyak 22 gedung

“Setelah persyaratan tersebut terpenuhi, pemilik gedung harus memastikan bahwa persyaratan ini dipertahankan agar sertifikasi hijau tetap berlaku,” ujar Bagus.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper