Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pajak Ekspor Batu Bara Jadi Dana Investasi Transisi Energi, Mungkinkah?

Transisi Bersih merekomendasikan agar pemerintah menerapkan pajak ekspor batu bara sebagai strategi fiskal untuk pendanaan transisi energi secara mandiri.
Asap hasil pembakaran pembangkit batu bara yang menyumbang hampir separuh pasokan energi di Asia Pasifik. /Bloomberg-Taylor Weidman
Asap hasil pembakaran pembangkit batu bara yang menyumbang hampir separuh pasokan energi di Asia Pasifik. /Bloomberg-Taylor Weidman

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia memiliki solusi mandiri untuk membiayai transisi energi menuju net-zero emission (NZE) 2060. 

Transisi Bersih merekomendasikan agar pemerintah mulai menerapkan pajak ekspor batu bara sebagai strategi fiskal untuk meningkatkan pendapatan negara dan mendanai transisi energi secara mandiri.

Direktur Eksekutif Transisi Bersih, Abdurrahman Arum menjelaskan Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan transisi energi menuju NZE 2060. Di sisi lain, kebutuhan investasi untuk energi bersih sangat besar sekitar US$97 miliar hingga 2030.

Transisi Bersih menawarkan solusi alternatif pendanaan untuk transisi energi Indonesia tanpa ketergantungan dengan pendanaan asing dan tidak membebani APBN serta masyarakat luas, yaitu dengan memanfaatkan sumber daya alam strategis, yaitu batu bara. 

Penerapan pajak ekspor batu bara tidak hanya memungkinkan secara ekonomi, tetapi juga menguntungkan secara fiskal dan strategis.

Berdasarkan simulasi dalam laporan “Pajak Ekspor Batu Bara Nasional: Membangun Kemandirian Pendanaan untuk Transisi Energi Indonesia”, Transisi Bersih memperkirakan penerimaan pajak ekspor Indonesia berkisar US$700 juta hingga lebih dari US$5 miliar per tahun dalam kurun 2022 - 2024. 

Hal ini datang dari asumsi tarif antara 5%-11%, dan tergantung pada harga batu bara, nilai tukar, dan volume ekspor. Adapun untuk tahun ini dan seterusnya, potensinya di atas US$5 miliar per tahun.

“Kita bisa mendanai transisi energi kita sendiri dengan cara yang logis: mengalihkan sebagian keuntungan dari ekspor batu bara ke pembangunan energi bersih di dalam negeri. Secara tidak langsung Indonesia dapat membebankan sebagian biaya pembangunan energi bersihnya ke luar negeri, ke negara-negara industri yang telah mengeluarkan emisi jauh lebih banyak daripada Indonesia,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Selasa (24/6/2025).

Dengan tingkat permintaan batu bara global yang sangat tidak elastis, sebagian besar beban pajak ekspor dapat dialihkan ke pembeli internasional tanpa menurunkan volume ekspor secara signifikan. 

Dengan posisi seperti ini, jika pemerintah menerapkan pajak ekspor, maka penambang batu bara di Indonesia dapat membebankannya kepada pembeli di luar negeri sehingga harga batu bara akan naik. 

Faktor lain yang menyebabkan Indonesia dapat mempengaruhi harga batu bara dunia adalah karena Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia. 

Selain pajak ekspor, batu bara bisa memberikan tambahan pemasukan dengan jumlah besar bagi negara melalui peningkatan pungutan produksi. 

Hitungan SUSTAIN, dengan berbagai skenario harga yang diambil dari harga dan jumlah produksi batu bara yang riil dalam kurun 2022, 2023 dan 2024, pemerintah bisa memperoleh tambahan penerimaan fiskal sebesar US$5,63 miliar atau Rp84,55 triliun (tambahan penerimaan paling minimum) hingga US$23,58 miliar atau Rp353,7 triliun (tambahan penerimaan maksimal) per tahun.

“Dari pungutan produksi saja, industri batu bara bisa memberikan tambahan dana kepada negara hingga Rp353 triliun per tahun, yang bisa digunakan untuk percepatan pembangunan transmisi dan pembangkit energi terbarukan,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (SUSTAIN), Tata Mustasya.

Tata menambahkan selain memberikan tambahan penerimaan negara, peningkatan pungutan produksi batu bara dengan tarif progresif juga merupakan disinsentif bagi produksi batu bara. 

Dengan disinsentif yang berarti dan kebijakan pemerintah untuk mengurangi kuota produksi batu bara, pembiayaan dan investasi akan beralih ke energi terbarukan dengan lebih cepat. 

“Dengan peningkatan pungutan produksi batu bara dan alokasinya untuk transisi energi, pasar energi terbarukan bisa betul-betul sudah berjalan di 2030,” kata Tata.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper