Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembangan Pembangkit Listrik Gas Berpotensi Bakar Uang Negara US$60 Miliar

Dengan subsidi pemerintah, konsumen hanya terbebani tarif listrik rata-rata Rp1.153 per kWh. Namun, biaya pembangkitan listrik sebenarnya mencapai Rp1.732/kWh.
Kapal tanker gas alam cair (LNG) Sohshu Maru mendekati Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Futtsu milik Jera Co, yang tidak terlihat, di Futtsu, Prefektur Chiba, Jepang, pada hari Jumat, 17 Desember 2021/Bloomberg-Kiyoshi Ota
Kapal tanker gas alam cair (LNG) Sohshu Maru mendekati Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Futtsu milik Jera Co, yang tidak terlihat, di Futtsu, Prefektur Chiba, Jepang, pada hari Jumat, 17 Desember 2021/Bloomberg-Kiyoshi Ota

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik berbahan bakar gas dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034 sebesar 10,3 gigawatt (GW) diperkirakan membebani keuangan negara hingga US$60 miliar dalam kurun waktu yang sama.

Analis Keuangan Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Mutya Yustika menjelaskan bahwa kenaikan harga gas  selama ini telah membuat gas dua kali lebih mahal dari batu bara, seperti terlihat dalam laporan keuangan PLN.

Jika terus melanjutkan ekspansi pembangkit listrik gas skala besar, maka Indonesia berisiko terkunci pada beban finansial jangka panjang, yang ujungnya akan berimbas pada tarif listrik yang lebih mahal atau subsidi listrik yang lebih tinggi.

Saat ini, dengan subsidi pemerintah, konsumen hanya terbebani tarif listrik rata-rata Rp1.153 per kilowatt hour (kWh). Namun, biaya pembangkitan listrik yang sebenarnya telah mencapai Rp1.732/kWh. 

Penambahan kapasitas pembangkit listrik berbasis gas akan menaikkan biaya pembangkitan listrik hingga dua kali lipat pada 2034. Pada tahun lalu, pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar Rp177 triliun (sekitar US$11 miliar) untuk subsidi dan kompensasi PLN, atau meningkat 24% dibandingkan tahun sebelumnya.

“Pemerintah akan perlu mengucurkan tambahan dana sekitar US$60 miliar pada periode 2025-2034 jika terus bergantung pada bahan bakar fosil alih-alih mendorong energi terbarukan yang lebih besar dalam bauran energi,” kata Mutya, dalam keterangan tertulis, Senin (23/6/2025).

Mutya menjelaskan asumsi beban keuangan US$60 miliar berasal dari kalkulasi total penjualan listrik ditambah dengan subsidi dan kompensasi, kemudian dibagi jumlah listrik yang dijual.

Selain menimbulkan beban keuangan, IEEFA mencatat kapasitas pembangkit listrik berbasis gas yang telah beroperasi belum dimanfaatkan secara optimal. Pada 2018-2024, Indonesia menaikkan kapasitas pembangkit listrik gas hingga 6,3 GW untuk menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. 

Kenyataannya, pembangkitan listrik gas justru tidak dimaksimalkan karena tingginya biaya dan terbatasnya pasokan gas. Bahkan, pada tahun lalu, pembangkit listrik gas hanya beroperasi 30% dari kapasitas penuhnya.

Adapun berdasarkan Laporan Keuangan PLN, beban bahan bakar gas dalam lima tahun terakhir terus membengkak. Pada 2021, PLN menggelontorkan Rp37,15 triliun untuk gas alam, kemudian meningkat menjadi Rp43,88 triliun pada 2022. Selanjutnya, beban gas alam PLN meningkat lagi menjadi Rp50,58 triliun pada 2023 dan Rp51,32 pada tahun lalu.

Di sisi lain, pemanfaatan energi surya dan angin menunjukkan kinerja yang stabil meskipun kapasitas terpasangnya masih relatif rendah. Energi surya dan angin masing-masing beroperasi sebesar 20% dan 44% dari kapasitas penuhnya. 

Angka ini pun melampaui rata-rata global, di mana surya umumnya beroperasi pada 16,2% dan angin pada 36%, menguatkan daya saing kedua teknologi tersebut sebagai solusi kemandirian energi yang dapat dibangun dalam skala besar.

“RUPTL terbaru menunjukkan kemajuan pengembangan energi terbarukan. Meski demikian, porsi pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang signifikan, terutama gas, dalam lima tahun pertama menimbulkan kekhawatiran terkait apakah Indonesia dapat dengan cepat beralih ke energi bersih untuk memenuhi komitmen dekarbonisasi global,” tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper