Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dominasi Raksasa Migas dalam Proyek CCS dan CCUS, Indonesia Apa Kabar?

Tanpa dukungan kebijakan tambahan, hanya setengah proyek CCUS yang diusulkan oleh 10 perusahaan teratas di dunia akan benar-benar beroperasi pada 2035.
David Eka Issetiabudi, Iim Fathimah Timorria
Rabu, 18 Juni 2025 | 11:06
Fasilitas Blok Cepu yang dioperatori ExxonMobil Cepu Limited di Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat (9/8/2024)/Bisnis-Afiffah Rahmah Nurdifa
Fasilitas Blok Cepu yang dioperatori ExxonMobil Cepu Limited di Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat (9/8/2024)/Bisnis-Afiffah Rahmah Nurdifa

Bisnis.com, JAKARTA – Sepuluh perusahaan global diperkirakan akan menguasai hampir sepertiga kapasitas proyek penangkapan karbon dunia pada 2035, mayoritas di antaranya adalah raksasa minyak dan gas. 

Namun, menurut analisis BloombergNEF (BNEF), hanya sekitar setengah dari inisiatif Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) yang diproyeksikan berjalan sesuai rencana. 

ExxonMobil memimpin pasar dengan target kapasitas penangkapan CO₂ lebih dari 25 juta metrik ton per tahun pada 2035, didukung proyek besar seperti Pathways Alliance di Kanada dan Blue Hydrogen Baytown di Amerika Serikat. 

Di Indonesia, ExxonMobil siap menyiapkan investasi hingga US$15 miliar di Indonesia untuk mengembangkan dua proyek raksasa Carbon Capture and Storage (CCS) yang dapat berkontribusi besar dalam mengurangi emisi. 

Untuk proyek pengembangan industri petrokimia dan fasilitas CCS yang diproyeksi bisa mengurangi emisi hingga 90%. Untuk tahap awal, ExxonMobil bersedia berinvestasi US$10 miliar, tetapi untuk tahap selanjutnya tersedia sekitar US$5 miliar bagi pengembangan CCS. 

Di belakang ExxonMobil, Summit Carbon Solutions dan BP Plc. Namun, portofolio proyek CCUS keduanya memiliki tingkat kematangan yang berbeda. 

BNEF menggolongkan sekitar 77% kapasitas yang diusulkan BP dan seluruh kapasitas dari Summit Carbon Solutions sebagai kategori "optimistis" dalam skenario dasar mereka. 

Kendala perizinan dan ketidakpastian kebijakan menjadi faktor penunda utama. Summit Carbon, misalnya, berencana membangun proyek CCUS berkapasitas 17 Mtpa untuk pabrik etanol di AS. Namun, proyek ini kini menghadapi ketidakpastian jadwal setelah izin pipa utamanya ditolak di South Dakota.

Situasi serupa terjadi di proyek hub Texas Gulf Coast 15 Mtpa milik BP dan Linde. Proyek ini akan melewati tenggat waktu komisioning 2026. Hal ini dimungkinkan mengingat BP dan Linde belum mengambil keputusan investasi akhir.

BNEF memperkirakan, tanpa dukungan kebijakan tambahan, hanya proyek CCUS berkapasitas 68 Mtpa dari total 125 Mtpa yang diusulkan oleh sepuluh perusahaan teratas ini akan benar-benar beroperasi pada 2035. Angka ini pun jauh dari ambisi awal.

Potensi Indonesia

Di tengah geliat proyek CCUS dunia, Indonesia juga menghadapi pekerjaan rumah besar untuk mengakselerasi proyek-proyek serupa. 

Indonesia Carbon Capture and Storage Center (ICCSC) menyatakan adanya potensi investasi senilai US$38 miliar atau sekitar Rp640,79 triliun (kurs Rp16.862,90 per dolar AS) untuk pengembangan teknologi CCS di wilayah Laut Jawa yang sedang dipelajari oleh Pertamina dan ExxonMobil. 

Selain itu, British Petroleum (BP), raksasa migas asal Inggris, juga telah mengunci investasi final senilai US$7 miliar (sekitar Rp111,37 triliun) untuk Proyek Tangguh Ubadari, CCUS, dan Compression (UCC). Investasi jumbo ini menunjukkan komitmen BP dalam mengembangkan lapangan gas Ubadari di Papua Barat.

Proyek Tangguh UCC tidak hanya berfokus pada pengembangan gas. BP juga akan meningkatkan perolehan gas (EGR) melalui teknologi CCUS serta kompresi di darat. 

Sebagai tindak lanjut, BP juga telah meneken kontrak engineering, procurement, construction, and installation (EPCI) untuk pekerjaan onshore dan offshore senilai US$3,6 miliar (sekitar Rp56,5 triliun) dengan dua kontraktor pada Selasa (26/11/2024). Investasi ini semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam peta jalan transisi energi global, khususnya di sektor CCUS.

Diperkirakan Indonesia memiliki potensi penyimpanan CO₂ yang bisa mencapai 200 tahun. Lebih dari itu, rantai pasok dari CCS hub ini diproyeksikan mampu menciptakan hingga 170.000 lapangan kerja setiap tahunnya dan meningkatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,8% sampai dengan 1%. 

Melihat perkembangan proyek-proyek penangkapan karbon bakal menjadi andalan Indonesia untuk tidak hanya menampung emisi domestik, tetapi juga dari negara-negara tetangga.

Gerak Lincah Malaysia

Malaysia, sebagai negara tetangga Indonesia juga serius mengembangkan proyek CCS/CCUS. Perusahaan listrik Malaysia, Tenaga Nasional, akan berinvestasi sebesar 43 miliar ringgit atau sekitar Rp701 triliun untuk pembangunan infrastruktur jaringan listrik (grid). 

Hal ini diumumkan langsung oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dalam konferensi Energy Asia di Kuala Lumpur, Senin (16/6/2025). 

Anwar mengatakan jaringan listrik ini dikembangkan untuk mendukung ambisi Malaysia dalam sistem penyimpanan energi untuk kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan baterai. 

Seiring dengan rencana ini, perusahaan energi pelat merah Malaysia, Petronas, juga berencana mengembangan fasilitas penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS) di kawasan lepas pantai negara tersebut. 

Anwar mengatakan infrastruktur CSS tidak hanya akan dipakai oleh sektor minyak dan gas, tetapi juga industri lainnya. 

Pengembangan CCS Malaysia rencananya akan melibatkan 10 mitra internasional dari Jepang dan Korea Selatan, serta beberapa perusahaan energi global seperti TotalEnergies dan Shell. 

Petronas juga menjalin kerja sama dengan Eneos, Mitsubishi dan JX Nippon untuk mengeksplorasi peluang transportasi dan penyimpanan karbon dari kawasan teluk Tokyo ke Malaysia. 

“Kerja sama ini tak hanya menempatkan CCS sebagai salah satu alat dekarbonisasi, tetapi juga memberi prospek sumber pendapatan baru di kawasan,” kata Anwar, dikutip dari Reuters.

Sementara itu, potensi besar yang dimiliki Indonesia menjadi sia-sia tanpa hadirnya infrastruktur kebijakan yang lengkap. Meskipun kerangka regulasi dasar telah ada, masih diperlukan aturan pelaksana yang lebih detail dan bersifat lintas sektor demi kemajuan CCUS di Tanah Air.

Lengkapi Infrastruktur Kebijakan

Pri Agung Rakhmanto, Founder & Advisor Reforminer Institute, menjelaskan bahwa kerangka regulasi yang berlaku sebenarnya telah mencakup beberapa aspek penting dalam penyelenggaraan CCUS. 

"Secara umum, kerangka regulasi yang ada pada dasarnya telah mencakup beberapa aspek penting yang memang diperlukan dalam penyelenggaraan kegiatan CCS/CCUS," ujar Pri Agung saat dihubungi, Rabu (18/6/2025). 

Sebut saja seperti mekanisme penyelenggaraan, tata kelola perizinan dan lisensi, ketentuan biaya penyimpanan, pengaturan pemantauan, pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV), hingga prosedur penutupan kegiatan.

Namun, Pri Agung juga menyoroti fokus regulasi yang masih terbatas. "Kerangka regulasi yang ada, namun demikian, secara garis besar masih lebih banyak difokuskan pada penyelenggaraan CCS/CCUS di sektor ESDM dan khususnya di hulu migas," katanya. 

Untuk benar-benar mendorong perkembangan proyek CCUS di Indonesia, Pri Agung mendorong beberapa hal substantif memerlukan peraturan pelaksana tambahan yang bersifat lintas sektor. 

Misalnya saja pemberian insentif fiskal dan non-fiskal dari pemerintah untuk meningkatkan keekonomian proyek. Kemudian, perizinan lintas sektor yang lebih efisien.

“Penting juga soal pengaturan yang lebih detil atas implementasi kebijakan bilateral agreement untuk proyek CCUS lintas batas negara. Belum lagi soal aturan tentang standar teknis penyimpanan CO2​,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper