Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan menyatakan pemerintah telah menetapkan Provinsi Riau sebagai wilayah darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla), menyusul hasil pemantauan titik api sejak April hingga November/Desember 2025.
"Sesuai prediksi BMKG, dapat saya jelaskan bahwa status darurat yang diterapkan di provinsi Riau ini diberlakukan sejak April hingga November atau Desember 2025," kata Budi Gunawan setelah menggelar apel Desk Karhutla di Lanud Roesmin Nurjadin, Riau, Selasa (29/4/2025), dikutip dari Antara.
Budi mengemukakan penetapan ini mengacu pada hasil pemantauan satelit yang memperlihatkan adanya titik panas atau hotspot yang terbentuk di beberapa wilayah seperti Aceh, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Khusus di Riau, luas lahan yang terbakar sampai saat ini mencapai 81 hektare (ha) yang tersebar di 144 titik api.
“Sudah ada 81 hektare lahan dan hutan yang terbakar. Ada 144 titik api yang terdeteksi dari hasil pengejaan secara fakta di lapangan,” kata Budi Gunawan.
Pada kesempatan yang sama, Plt. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan iklim di provinsi Riau memberi tantangan dalam pengendalian karhutla karena kemarau yang terjadi sebanyak dua kali. Berdasarkan hasil analisis, Riau akan mengalami kemarau pada Februari–Maret, kemudian Mei, Juni, Juli, Agustus menjadi puncaknya yang kemungkinan mencapai September.
“Sehingga periode mengalami hotspot itu akan lebih sering daripada wilayah lainnya secara alamiah. Dan tadi kalau sudah diprediksi dalam proyeksi mingguan, meskipun [tidak ada] pembakaran pun akan [tetap] terbakar karena adanya angin dan gesekan ranting,” kata Dwikorita.
BMKG memprediksi awal musim kemarau 2025 secara nasional akan terjadi secara bertahap mulai akhir April hingga Juni di sebagian besar wilayah, dengan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada periode Juni–Agustus.
Sifat kemarau diprediksi didominasi kondisi normal (sekitar 60%), tetapi 26% wilayah berpotensi mengalami kemarau atas normal (lebih basah) dan 14% bawah normal (lebih kering).
Pada, April–Mei 2025, risiko karhutla umumnya rendah, tetapi beberapa area di Riau, Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai menunjukkan risiko menengah hingga tinggi. Juni 2025, terdapat peningkatan signifikan risiko karhutla di Riau (41,5% wilayah berisiko tinggi), Sumatra Utara, Jambi, dan sekitarnya.
Kemudian pada Juli–September 2025, risiko karhutla meluas ke Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua. NTT, Nusa Tenggara Barat (NTB), Papua Selatan, Kalimantan Selatan, serta Bangka Belitung menjadi wilayah dengan potensi risiko tertinggi.
Adapun pada Oktober 2025, risiko karhutla diprediksi tetap tinggi di NTT, Papua Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
BMKG mengimbau pemerintah daerah di provinsi-provinsi berikut untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Langkah preventif dan mitigasi berbasis prediksi BMKG diharapkan dapat segera diimplementasikan.
Oleh karena itu, Dwikorita memberikan beberapa rekomendasi seperti peningkatan kewaspadaan seluruh pihak diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan sejak dini, terutama menjelang dan selama puncak musim kemarau (Juni-Oktober 2025). Juga, pemanfaatan Informasi BMKG yaitu informasi prediksi iklim dan potensi karhutla BMKG dapat diakses secara interaktif melalui situs resmi BMKG. Data kualitas udara, hotspot, dan prediksi potensi karhutla juga tersedia untuk mendukung pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
“BMKG berkomitmen untuk terus memantau perkembangan iklim dan potensi kebakaran hutan dan lahan serta menyampaikan informasi terkini kepada masyarakat dan pihak terkait demi mencegah dampak buruk yang mungkin terjadi,” katanya.