Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emisi Karbon Diperkirakan Turun dalam 10 Tahun ke Depan

Naiknya bauran energi terbarukan bertenaga surya dan angin yang menggantikan batu bara dan gas alam memicu penurunan emisi di berbagai negara
Ilustrasi dekarbonisasi
Ilustrasi dekarbonisasi

Bisnis.com, JAKARTA — Emisi karbon dari negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia diperkirakan turun dalam sedekade ke depan, bahkan tanpa intervensi dari pemerintah.

Laporan BloombergNEF menunjukkan bahwa penghasil polusi terbesar seperti China, Amerika Serikat (AS), Jepang, Inggris Raya, Prancis dan Jerman bakal beralih ke energi yang lebih bersih karena dorongan pasar.

Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa energi terbarukan angin dan surya mengambil alih dominasi batu bara sebagai bahan bakar yang lebih ekonomis untuk pembangkit listrik. 

Sementara itu, minyak akan kehilangan pangsa sebagai bahan bakar untuk transportasi, seiring dengan makin murahnya biaya kendaraan listrik.

“Pertumbuhan emisi telah melambat sejak 2018. Kondisi ini dipicu oleh kenaikan kapasitas energi surya dan angin, beralihnya penggunaan batu bara dan gas alam di negara seperti AS, dan melambatnya ekonomi China,” kata Analis BloombergNEF Seohee Song.

Dalam pemodelan yang dilakukan BloombergNEF, tingkat emisi karbon di berbagai negara diperkirakan turun hingga 2050. Negara-negara Eropa menunjukkan penurunan paling signifikan, sementara China mencatat penurunan emisi sebesar 49% dibandingkan dengan level saat ini.

Level emisi karbon China tercatat berada di angka 10,86 miliar ton CO2 ekuivalen pada 2024, sementara Amerika Serikat di level 4,69 miliar ton CO2 ekuivalen. Tingkat emisi penghasil emisi karbon terbesar di dunia itu kemudian turun menjadi masing-masing 10,73 miliar ton CO2 dan 4,63 miliar ton CO2 ekuivalen pada 2025.

Penurunan ini berpotensi berlanjut pada 2030 menjadi 8,51 miliar ton CO2 di China dan 4,11 miliar ton CO2 ekuivalen di AS. Kemudian emisi karbon di China diperkirakan mencapai 6,82 miliar ton CO2 pada 2035, sementara di AS menjadi 3,94 miliar ton CO2 ekuivalen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper