Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan bahwa Indonesia tetap berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon, meski sejumlah negara yang menginisiasi Perjanjian Paris memutuskan untuk keluar dari kesepakatan iklim global tersebut.
“Indonesia akan selalu berada pada bagian yang akan menjalankan komitmen itu [menurunkan emisi], tetapi dengan penuh kehati-hatian,” kata Bahlil dalam pembukaan Global Hydrogen Ecosystem Summit & Exhibition 2025 di Jakarta, Selasa (15/4/2025) dikutip dari Antara.
Komitmen Indonesia, lanjut Bahlil, tertuang pada visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengenai kedaulatan energi. Dalam visi tersebut, termaktub pasokan listrik Indonesia yang bersumber dari energi baru dan energi terbarukan.
Bahlil juga meyakinkan Duta Besar Prancis untuk Indonesia Fabien Penone, yang turut hadir dalam acara tersebut, agar tidak ragu dengan komitmen Indonesia dalam melakukan transisi energi guna menurunkan emisi karbon.
“Justru saran saya, Bapak tolong tanyakan kepada negara-negara inisiator Paris Agreement [Perjanjian Paris], sejauh mana komitmen mereka? Karena Indonesia sudah sangat konsisten menjalankan,” kata Bahlil.
Pernyataan ini disampaikan Bahlil menyusul keputusan Amerika Serikat (AS) untuk hengkang dari Perjanjian Paris. AS resmi keluar dari Perjanjian Paris pada 20 Januari 2025, seiring dengan dilantiknya Donald Trump sebagai presiden.
Baca Juga
Perjanjian Paris tentang perubahan iklim diadopsi pada 2015 oleh 195 anggota Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC). Perjanjian ini hadir untuk membatasi peningkatan suhu rata-rata global hingga jauh di bawah dua derajat Celsius di atas tingkat praindustri, dan sebaiknya mendekati 1,5 derajat Celsius.
Selain memutuskan keluar dari komitmen iklim dalam Perjanjian Paris, Presiden AS Donald Trump juga menekan perintah eksekutif yang berisi instruksi untuk mendorong industri batu bara domestik.
Melalui perintah eksekutif tersebut, pemerintahan Trump akan memangkas regulasi yang selama ini menghambat batu bara. Trump juga akan mempercepat proses dan menyederhanakan pemberian izin sewa tambang batu bara di lahan federal.
Selain itu, Trump mengatakan dirinya telah meminta Departemen Kehakiman untuk mengidentifikasi dan menentang aturan negara bagian atau lokal yang dinilai menyebabkan para pekerja tambang batu bara kehilangan pekerjaan.
Trump menegaskan akan memanfaatkan Undang-Undang Produksi Pertahanan (Defense Production Act) guna “mendorong secara agresif” kegiatan pertambangan batu bara di Amerika. Ia menekankan bahwa Amerika Serikat membutuhkan lebih dari dua kali lipat pasokan listrik saat ini dan batu bara dianggap sebagai salah satu sumber pasokan energi tersebut.