Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OECD Sebut Aksi Iklim Bisa Kerek Ekonomi Global 0,2%

Studi OECD juga mengungkap bahwa ketiadaan aksi iklim yang memadai bakal menurunkan PDB global sebesar 0,75%
Logo The Organisation of Economic Cooperation and Development (OECD) yang berada di kantor pusatnya, Paris, Prancis. / Bloomberg-Antoine Antoniol
Logo The Organisation of Economic Cooperation and Development (OECD) yang berada di kantor pusatnya, Paris, Prancis. / Bloomberg-Antoine Antoniol

Bisnis.com, JAKARTA — Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD memperkirakan akselerasi aksi iklim bisa meningkatkan produk domestik bruto (PDB) dunia sebesar 0,2% pada 2040 dibandingkan dengan kebijakan saat ini.

Studi yang dirilis dalam pertemuan 40 negara di Berlin, Jerman pada Selasa (25/3/2025) mengungkap bahwa kebijakan iklim yang baik tak hanya akan mengurangi emisi karbon. Langkah ini juga dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan inovasi yang berpotensi menambah output ekonomi setara dengan PDB Swedia.

Studi OECD menilai investasi dalam energi bersih dan efisiensi bakal mendorong produktivitas serta inovasi, sekaligus mengimbangi dampak ekonomi dari perubahan harga dan konsumsi akibat kebijakan iklim.

Studi tersebut juga menemukan bahwa reinvestasi pendapatan karbon dapat meningkatkan PDB dan memperkuat dukungan publik terhadap aksi iklim.

Seiring dengan persiapan negara-negara untuk memperbarui Nationally Determined Contributions (NDCs) pada September 2025, studi ini menegaskan bahwa NDCs dapat memberikan kepastian kebijakan, sehingga pasar lebih percaya diri dalam mengalokasikan sumber daya untuk pertumbuhan berkelanjutan.

Namun, ketidakjelasan dalam kebijakan iklim diramal dapat menghambat investasi swasta dan menurunkan PDB global hingga 0,75% pada 2030.

Studi OECD sendiri dirilis menjelang Petersberg Climate Dialogue, yang mempertemukan menteri dari 40 negara di Berlin guna membahas persiapan Konferensi Iklim PBB atau COP30 di Belem, Brasil pada November 2025.

Konferensi Petersberg menjadi pertemuan tingkat menteri pertama sejak administrasi Donald Trump menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Paris pada Januari 2025.

"Siapa pun yang menganggap aksi iklim sebagai sesuatu yang mahal, membebani, atau tidak penting dalam situasi global yang bergejolak ini, jelas tidak bisa menghitung," kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock dalam pernyataannya yang dikutip Reuters.

Baerbock menegaskan bahwa konferensi ini akan berfokus pada implementasi kesepakatan iklim global yang disepakati dalam KTT Dubai 2023, termasuk perjanjian untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta target melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global pada 2030.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper