Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah negara bagian Pará di Brasil, tuan rumah KTT iklim PBB COP30 tahun ini, membantah pembangunan jalan baru yang melintasi kawasan hutan hujan lindung Amazon dilakukan untuk mendukung akses dan infrastruktur konferensi tahunan tersebut.
Pemerintah negara bagian Pará menyatakan bahwa pembangunan jalan raya empat jalur yang disebut Avenida Liberdade tersebut telah dimulai pada 2020, sebelum Belém yang merupakan ibu kota negara bagian dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan COP30.
“Proyek jalan ini mengikuti jalur jaringan listrik yang sudah ada di wilayah konservasi di selatan kota dan tidak menerima dana federal dari upaya Brasil dalam mempersiapkan kota untuk COP30,” demikian bunyi pernyataan pemerintah sebagaimana dikutip Reuters.
Namun, beberapa penduduk setempat mengaitkan kemajuan terbaru proyek jalan yang telah lama dibahas tersebut dengan makin dekatnya COP30. Dalam konferensi iklim tersebut, puluhan ribu delegasi diperkirakan akan memadati kota Belém yang berpenduduk 1,3 juta orang.
"Proyek itu sudah dibicarakan selama lebih dari 20 tahun, tetapi mendapat banyak penolakan. Kebutuhan untuk mempersiapkan kota bagi acara besar memberikan pembenaran yang diperlukan," kata Ana Claudia Cardoso, profesor studi perkotaan di Universitas Federal Pará.
Pembabatan hutan Amazon untuk mendukung pembangunan jalan ini mencuat setelah BBC merilis laporan pada pekan ini. Mengutip seorang sekretaris infrastruktur negara bagian, jalan raya Avenida Liberdade disebut sebagai salah satu dari 30 proyek yang disiapkan untuk mendukung COP30.
Baca Juga
Dalam wawancara dengan BBC, sekretaris infrastruktur negara bagian menyebut jalan ini sebagai "jalan raya berkelanjutan" dan "intervensi mobilitas yang penting".
Ia menambahkan bahwa jalan tersebut akan dilengkapi dengan jalur penyeberangan satwa liar, jalur sepeda, dan pencahayaan tenaga surya. Selain itu, hotel-hotel baru sedang dibangun dan pelabuhan sedang dipugar agar kapal pesiar dapat berlabuh untuk menampung pengunjung yang berlebih.
Sementara itu dalam pernyataan bantahan, pemerintah negara bagian menyatakan bahwa laporan tersebut tidak mencerminkan fakta. Reuters sendiri tidak dapat menghubungi pejabat yang dikutip dalam laporan tersebut.