Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Investasi Hijau ketika Uni Eropa Bersiap Longgarkan Laporan Lingkungan

Langkah Uni Eropa untuk memperlonggar kewajiban pelaporan lingkungan perusahaan diperkirakan berdampak pada implementasi investasi hijau
Bendera Uni Eropa berkibar di luar kantor pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman, 26 April 2018. REUTERS/Kai Pfaffenbach
Bendera Uni Eropa berkibar di luar kantor pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman, 26 April 2018. REUTERS/Kai Pfaffenbach

Bisnis.com, JAKARTA — Langkah badan eksekutif Uni Eropa (UE), Komisi Eropa, untuk memperlonggar aturan utama pelaporan keberlanjutan perusahaan berisiko membuat investor kesulitan mengalokasikan dana untuk mendukung target iklim.

Sejak kesepakatan iklim Perjanjian Paris lahir pada 2015, Eropa menjadi salah satu yang terdepan dalam adopsi upaya transisi ekonomi menuju emisi nol bersih atau net zero emissions (NZE) 2050, termasuk dalam taksonomi investasi hijau yang telah ditetapkan.

Uni Eropa tercatat telah mewajibkan perusahaan untuk mengungkap jejak lingkungan mereka. Aturan tersebut telah mendorong lonjakan produk keuangan baru di Eropa yang selaras dengan target iklim blok tersebut, termasuk pemangkasan emisi bersih sebesar 55% pada 2030.

Namun, kepemimpinan UE itu kini berada di persimpangan. Pekan lalu, Komisi Eropa mengajukan proposal untuk mengurangi beban pelaporan bagi perusahaan, termasuk dalam aspek laporan lingkungan.

Pengajuan proposal ini terjadi di tengah meningkatnya desakan dari industri dan beberapa negara anggota UE untuk mengerek daya saing usaha. Mundurnya Amerika Serikat dari aksi iklim di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump turut mewarnai perubahan arah UE.

Selain memangkas jumlah perusahaan yang wajib melaporkan data lingkungan mereka, Uni Eropa juga mengusulkan revisi terhadap undang-undang uji tuntas rantai pasok yang menjadi tonggak penting serta melonggarkan sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.

Pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa langkah tersebut akan memungkinkan perusahaan lebih fokus pada upaya nyata dalam mengurangi emisi daripada sekadar memenuhi kewajiban administratif. Namun, kritikus menilai bahwa kebijakan ini dapat menghambat transparansi dan membuat perbandingan tindakan perusahaan lebih sulit.

"Dengan memperkenalkan pengecualian luas dan penundaan, proposal ini berisiko melemahkan tujuan keberlanjutan yang krusial," ujar Hyewon Kong, Direktur Investasi Berkelanjutan di investor Gresham House seperti dikutip dari Reuters.

Komisi Eropa berencana mengurangi lebih dari 80% jumlah perusahaan yang diwajibkan melaporkan data emisi mereka dalam aturan Corporate Sustainability Reporting Directive, serta menunda batas waktu pelaporan bagi perusahaan lain. Badan yang bermarkas di Brussels itu juga membatalkan rencana penerapan standar pelaporan khusus per sektor.

Ashley Hamilton Claxton, Kepala Investasi Bertanggung Jawab di Royal London Asset Management, menyambut baik penyederhanaan regulasi yang dianggapnya telah menjadi terlalu kompleks. Namun, ia menyayangkan penghapusan standar sektoral dan menyebutnya sebagai sebuah "kemunduran".

"Informasi ini sangat penting untuk menilai sejauh mana keselarasan perusahaan dengan target Perjanjian Paris," katanya.

Pejabat Uni Eropa menegaskan bahwa langkah ini tidak akan melemahkan target iklim blok tersebut dan justru akan mempermudah perusahaan dan investor dalam mengimplementasikannya.

Namun, Nathan Fabian, Kepala Sistem Keberlanjutan di jaringan investor Principles for Responsible Investment yang didukung PBB, memperingatkan bahwa kebijakan ini akan secara signifikan mengurangi akses investor terhadap informasi yang mereka butuhkan.

CEO perusahaan data Datamaran Marjella Lecourt-Alma menambahkan bahwa meskipun sebagian besar perusahaan besar masih akan terikat aturan ini, pengurangan kewajiban pengungkapan dapat menyulitkan investor dalam memahami risiko yang mempengaruhi valuasi aset.

Sementara perusahaan kecil diperbolehkan melaporkan secara sukarela, aturan yang diusulkan akan membatasi informasi keberlanjutan tambahan yang dapat diminta oleh bank dan investor lain dari mereka.

Kepala Divisi Perusahaan Bertanggung Jawab di kelompok advokasi Frank Bold, Filip Gregor, memperingatkan bahwa aturan ini dapat menciptakan risiko hukum bagi pihak yang meminta perusahaan untuk memberikan lebih banyak informasi keberlanjutan.

Selain itu, pelaporan perusahaan terkait taksonomi aktivitas hijau akan diubah sehingga 80% perusahaan dibebaskan dari kewajiban pengungkapan.

Dengan menunda batas waktu pelaporan hingga mendekati target pengurangan emisi Uni Eropa pada 2030, Brussels dapat menghambat pencapaian target tersebut, kata Matthew Fisher, Kepala Kebijakan di perusahaan keberlanjutan Watershed.

"Jika transparansi dan pengungkapan informasi ditunda, ini justru merusak tujuan ambisius yang telah ditetapkan," ujarnya. "Pada dasarnya, dua hal ini tidak konsisten."

Kawasan Uni Eropa masih menjadi penyangga investasi berkelanjutan global hingga pengujung 2024. Berdasarkan data Morningstar Sustainalytics, arus masuk ke dana berkelanjutan (sustainability fund) pada kuartal IV/2024 mencapai US$18,5 miliar, naik signifikan daripada kuartal III/2024 sebesar US$8,9 miliar.

Secara global, arus masuk dana berkelanjutan berada di angka US$16 miliar. Nilai itu naik dari posisi kuartal III/2024 sebesar US$9,2 miliar.

Meski tumbuh secara kuartalan, laporan Morningstar Sustainalytics mengungkap bahwa net inflow dana berkelanjutan sepanjang 2024 turun signifikan dibandingkan dengan 2023.

Arus masuk dana berkelanjutan global mencapai puncaknya sebesar US$645 miliar pada 2021. Kemudian anjlok 75% pada 2022 di tengah inflasi tinggi dan perang Rusia-Ukraina.

Arus dana berkelanjutan tetap memperlihatkan ketahanan pada 2023 seiring dengan pemulihan. Namun penyusutan kembali terpantau pada 2024, sementara pasar yang lebih luas tumbuh signifikan didorong oleh reli saham AS.

“Sejumlah faktor telah mempengaruhi minat investor terhadap dana berkelanjutan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk kinerja strategi ESG yang rata-rata lebih rendah,” tulis Morningstar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper