Bisnis.com, JAKARTA — Dalam beberapa pekan terakhir, Kementerian Lingkungan Hidup memberikan sanksi dan bahkan menyegel 120 industri di Jabodetabek yang mencemari lingkungan dan menyebabkan polusi udara.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan kawasan industri yang memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional, namun juga menyimpan risiko tinggi terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Menurutnya, pengelolaan lingkungan di kawasan industri merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya oleh para tenant, tetapi juga pengelola kawasan secara keseluruhan.
“Kawasan industri bukan hanya ruang ekonomi, tetapi juga ruang ekologi. Jika tidak dikelola secara bertanggung jawab, kerugian lingkungan yang terjadi akan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat,” ujarnya dikutip Selasa (1/7/2025).
Adapun salah satu PT Jababeka Tbk sebagai pengelola kawasan sejak 1989 tercatat sebagai pelopor kawasan industri terbuka di Indonesia, dengan luas mencapai 5.600 hektare dan dihuni oleh 766 tenant aktif dari berbagai sektor industri seperti otomotif, kimia, logam, makanan, farmasi, dan pergudangan.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 274 tenant telah memiliki akun pada Sistem Informasi Pelaporan Elektronik Lingkungan Hidup (SIMPEL), namun hanya 69 yang tercatat menghasilkan emisi dari 228 cerobong. Dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) tahun 2023–2024, terdapat 46 tenant Jababeka yang ikut serta, dengan hasil 1 perusahaan berperingkat hijau, 29 biru, dan 16 merah.
Baca Juga
Pada 2025, jumlah peserta meningkat menjadi 51 tenant termasuk 5 perusahaan baru. Meski PT Jababeka Infrastruktur beberapa kali meraih peringkat hijau dalam proper, namun sistem pembinaan dan pengawasan terhadap tenant masih perlu ditingkatkan. Hal ini mencerminkan tantangan umum yang juga terjadi di kawasan industri lainnya di Indonesia.
KLH menerbitkan Surat Menteri No. S.269/A/F/PKL/3.11/B/04/2025 tanggal 23 April 2025 yang mewajibkan seluruh pengelola kawasan industri untuk mengoperasikan sistem pemantauan air limbah otomatis (sparing) yang terintegrasi dengan simpel KLH/BPLH. Lalu memastikan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) milik kawasan dan tenant berfungsi optimal sesuai baku mutu.
“Mewajibkan pemasangan continuous emission monitoring system (CEMS) bagi tenant penghasil emisi, dengan pelaporan daring ke KLH,” katanya.
Industri juga wajib mendirikan Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA) untuk pemantauan dampak kumulatif secara real-time. Lalu mempublikasikan data lingkungan secara berkala kepada publik melalui situs resmi dan papan informasi lingkungan kawasan;
“Mengaktifkan forum komunikasi lingkungan dengan masyarakat sekitar sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas,” ucapnya.
Lalu memastikan seluruh limbah termasuk limbah B3, dikelola oleh pihak berizin serta diaudit secara berkala. Selain itu, mewajibkan setiap tenant memiliki penanggung jawab lingkungan yang tersertifikasi.
“Melaporkan kinerja lingkungan secara berkala kepada KLH dan instansi daerah,” tuturnya.
Menurutnya, evaluasi terhadap kawasan industri akan diperkuat melalui sistem pelaporan elektronik yang terintegrasi, pemantauan berbasis data real-time, serta penilaian proper yang lebih ketat.
“Meraih proper Hijau di kawasan industri bukan hal mudah. Ini harus terus bersinergi untuk meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup dan memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan bersama,” terang Hanif.
Direktur Utama PT Jababeka Infrastruktur Didik Purbadi menuturkan pihaknya berkomitmen menjadikan setiap kawasan industri sebagai bagian dari solusi lingkungan, bukan sumber permasalahan. Adapun Jababeka telah melakukan pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan mulai dari pembangunan infrastruktur berstandar internasional hingga program sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.
“Jababeka telah bertransformasi menjadi kota mandiri yang terintegrasi, tidak hanya sebagai kawasan industri, tapi juga mencakup hunian, fasilitas pendidikan, kesehatan, olahraga, hingga rekreasi, yang semua didesain dengan fokus pada kualitas hidup dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Didik.
Sejumlah inovasi lingkungan yang diperkenalkan antara lain penggunaan digital enviro monitoring, pemasangan AQMS, pemanfaatan energi surya untuk instalasi pengolahan air (water treatment plant), dan revitalisasi instalasi pengolahan air limbah (WWTP) dengan teknologi Integrated Fixed-film Activated Sludge (IFAS).
Selain itu, Jababeka juga aktif dalam pelestarian keanekaragaman hayati melalui kegiatan seperti penanaman mangrove, konservasi tanaman langka, pelestarian rusa di Ranca Upas, serta pengembangan urban farming dan kebun botani. Pihaknya menargetkan meraih proper hijau ketiga kalinya pada 2025.
“Kami berharap dengan inovasi yang kami lakukan, Jababeka dapat menjadi model nasional kawasan industri berkelanjutan, bahkan meraih Proper Emas,” ujarnya.
Direktur Utama PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) menuturkan pihaknya akan menambah ruang terbuka hijau di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, sebagai upaya menghadirkan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi kawasan sekitar. Saat ini telah memiliki ruang terbuka hijau (RTH) seluas 8,9 hektare dan telah menanam sebanyak 11.577 tanaman.
“Ke depan, kami menghadirkan lebih banyak lagi RTH di kawasan dengan target mencapai 10% dari total luasan kawasan kami. Kami juga akan menanam lebih banyak lagi pohon-pohon penyerap emisi, sehingga dapat tercipta lingkungan hidup dengan kualitas udara yang baik untuk seluruh masyarakat sekitar kawasan,” katanya.
PT JIEP juga diminta untuk menaruh perhatian pada aspek penghijauan dengan menambah ruang terbuka hijau minimal 10% dari total luas lahan, dengan penanaman pohon-pohon penyerap emisi secara berkala.
Satrio mengatakan pihaknya siap untuk meningkatkan fungsi pengawasan dan pengelolaan lingkungan dengan bekerja sama dengan seluruh tenant Kawasan Industri Pulogadung untuk menghadirkan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat.
PT JIEP juga berencana untuk melakukan pemasangan AQMS di dua titik Kawasan Industri Pulogadung sebagai upaya dalam memantau kualitas udara secara real-time dan memberikan informasi tentang tingkat polusi udara. Pemasangan alat tersebut juga diharapkan bisa membantu dalam pengambilan keputusan terkait pengendalian polusi udara di Kawasan Industri Pulogadung.
Untuk menekan polusi debu dan emisi dari kendaraan industri, PT JIEP telah mempersiapkan sarana SPKLU yang tersebar di beberapa titik Kawasan Industri Pulogadung sebagai langkah untuk mendukung penggunaan kendaraan listrik di kawasan.
Selain itu, saat ini PT JIEP juga telah bekerja sama dengan Transjakarta sebagai penyedia angkutan umum di kawasan untuk mengoperasikan bus listrik sebagai sarana angkutan umum seluruh karyawan di kawasan.
Satrio memastikan pihaknya berkomitmen memastikan seluruh aktivitas industri di kawasan berjalan sejalan dengan prinsip keberlanjutan.
“Melalui integrasi kebijakan dalam Estate Regulation, kami mengarahkan kegiatan industri agar sesuai koridor Amdal kawasan, tidak mencemari lingkungan, dan memenuhi standar dalam pengelolaan air limbah, udara, serta limbah B3 maupun limbah domestik padat,” ucap Satrio.
Manajer Kampanye Infrastruktur dan Tata Ruang Walhi Eksekutif Nasional Dwi Sawung menilai pemerintah tidak serius menindak pabrik pabrik yang mencemari lingkungan dan udara.
“Satu kementrian/badan melakukan penegakan hukum, kementrian/badan lain membuka lagi pabriknya tanpa melakukan perbaikan operasi. Belum lagi soal kendaraan dan BBM, kami sudah dengar BBM oplosan, kami sudah lama menduga kalau ada apa-apa dengan BBM yang beredar sehingga kualitas emisnya jelek sekali, tapi ya pemerintah/pertamina selalu membantah kalau bahan bakarnya kualitasnya jelek,” tuturnya.
Menurutnya, semestinya pemerintah menutup pabrik dan sumber pencemar yang sudah bekali-kali melanggar. Lalu tidak mengoperasikan pabrik yang belum mematuhi/menggunakan peralatan pengendali pencemaran udara agar membuat jera.