Bisnis.com, JAKARTA — Warga penghuni rumah susun di Jakarta merasa resah dan keberatan atas Keputusan Pj Gubernur Heru Budi di masa akhir jabatannya dan Perumda Air Minum Jaya (PAM Jaya) yang menaikkan tarif layanan air bersin.
Warga rumah susun (rusun) terkena kenaikan tarif tertinggi sebesar 71,3% karena masuk dalam kelompok pelanggannya disamakan dengan pusat perbelanjaan, perkantoran, dan gedung bertingkat komersial lainnya.
Berbagai upaya telah dilakukan penghuni rusun dengan menemui PAM Jaya, DPRD Jakarta, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Ombudsman RI. Namun, PAM Jaya tetap menagih dengan tarif baru progresif menjadi Rp21.500 per meter persegi dari sebelumnya Rp12.500 per meter persegi.
Untuk diketahui, belum semua wilayah Jakarta terlayani air bersih dan air minum dari Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya (PAM Jaya). Kondisi cakupan layanan PAM Jaya di Jakarta saat ini baru mencapai 69,53% dengan panjang pipa mencapai 12.195 kilometer, padahal seharusnya di tahun 2024 layanan PAM Jaya dapat mencapai 100%. Jumlah pelanggan PAM Jaya di Jakarta mencapai 948.954 sambungan rumah.
Tingkat kebocoran air atau Non Revenue Water (NRW) mencapai 46,2% dan air yang terdistribusi mencapai 1.808.784 meter kubik per hari. PAM Jaya ditargetkan untuk mencapai 100% cakupan layanan seluruh Jakarta pada 2030 dengan tingkat NRW yang dapat ditekan ke level 30%.
Penghuni Rumah Susun Kalibata City Pikri Amiruddin mengatakan pihaknya menggunakan air PAM Jaya untuk kebutuhan sehari-hari, masak, cuci, dan mandi dikenakan tarif sama gedung-gedung komersial seperti mall dan perkantoran.
Baca Juga
Dia mempertanyakan alasan PAM Jaya tetap mengotot mengatakan warga yang tinggal di rumah susun atau apartemen itu digolongkan sebagai gedung komersial. Padahal, rumah susun sama dengan rumah tapak.
“Kami bedanya kami tinggi di rumah susun dengan warga di rumah tapak, kok kami disuruh bayar dengan sama dengan mall dan gedung bertinggi komersial lainnya. Kami ini benar-benar korban dari kekurangpahaman Pemprov DKI dan PAM Jaya,” ujarnya, Jumat (21/2/2025).
Dia berharap Gubernur Jakarta Pramono Anung dapat membatalkan Kepgub 730/2024 tentang Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya yang bertentangan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta, Nomor 37 tahun 2024, tentang Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya.
“Sebagian besar Warga Kalibata City itu adalah masyarakat menengah ke bawah agar tidak bebani biaya air PAM Jaya yang tidak masuk akal,” katanya.
Kepala Hubungan Masyarakat Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Erlan Kallo menutukan dalam Pergub 37/2024 di Pasal 12, ayat (1) sangat jelas disebutkan bahwa untuk pelanggan rumah tangga yang menggunakan air minum untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air minum sehari-hari dengan membayar tarif dasar, dikelompokkan dalam kelompok II.
Namun, rumah susun dimasukkan dalam pelanggan PAM Jaya kelompok III. Adapun dalam Pasal 13 yang berbunyi kelompok III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c menampung jenis Pelanggan yang menggunakan kebutuhan air minum untuk mendukung kegiatan perekonomian dengan membayar tarif penuh.
”Meski kami di gedung bertingkat, kan juga adalah rumah tangga yang menggunakan air dari PAM Jaya untuk kebutuhan sehari-hari,” ucapnya.
Menurutnya, anggota pelanggan rumah susun yang peruntukkan sebagai hunian dan pelanggan rumah tangga yang menggunakan air PAM Jaya untuk memenuhi kebutuhan pokok air minum sehari-hari masuk dalam kelompok II.
”Kalau kami dikelompokkan di K III itu tidak tepat karena menyamakan kami dengan pusat perbelajaan dan gedung komersial lainnya,” katanya.
Gubernur Daerah Khusus Jakarta Pramono Anung menuturkan pihaknya akan mempelajari kenaikan tarif air bersih di Jakarta.
Sementara itu, Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin mengatakan penerapan tarif baru akan berlaku mulai Januari 2025 dan muncul dalam tagihan air Februari 2025.
Kebijakan pengenaan tarif baru tersebut upaya pembangunan infrastruktur jaringan perpipaan dan juga bagian dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pemenuhan air minum pada 2030. Hal ini demi terwujudnya 100% cakupan air minum bagi seluruh warga Jakarta pada 2030 mendatang.
Menurutnya, penerapan tarif baru merupakan upaya untuk mewujudkan pemenuhan air minum secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat Jakarta. Terlebih, tarif air minum di Jakarta selama 17 tahun terakhir tetap sama. Padahal, biaya untuk memenuhi kebutuhan penyediaan air minum terus meningkat.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menetapkan standar kebutuhan pokok air minum per kepala keluarga sebesar 10 meter kubik per bulan.
“Jika pelanggan rumah tangga menggunakan air secara bijak dengan konsumsi di angka 10 meter kubik maka tidak ada perubahan tarif yang akan dirasakan oleh pelanggan mengingat tarif pada kebutuhan 0-10 meer kubik masih tetap di angka yang relatif sama,” ucapnya.
Arief menambahkan kelompok pelanggan khusus untuk pemakaian hingga 10 meter kubik atau setara dengan 10.000 liter mengalami penurunan tarif, sedangkan untuk pelanggan kelompok lainnya akan tetap sama seperti sebelumnya. Namun, tarif akan diterapkan secara progresif ketika konsumsi air berada pada rentang lebih dari 10 meter kubik hingga 20 mwer kubik dan di atas 20 meter kubik.
“PAM JAYA berkomitmen memberikan layanan yang lebih baik, sekaligus mendukung program pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air minum masyarakat Jakarta secara menyeluruh,” tuturnya.
Hingga akhir 2030, target tambahan 1 juta sambungan rumah dapat tercapai sehingga ketersediaan layanan air minum perpipaan yang konsisten, berkualitas, dan terjangkau bagi warga Jakarta segera terpenuhi. Nantinya, sepanjang 7.000 kilometer tambahan jaringan perpipaan akan terpasang di seluruh wilayah Jakarta.