Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Walhi Minta Pemasangan Pelampung di Perairan KEK Kura-Kura Bali Dicabut

Pengelola KEK Kura-kura Bali mendapat sejumlah protes mulai dari penamaan Jalan Kura-kura dan Pantai Kura-kura Bali serta pemasangan pelampung pembatas laut.
KEK Kura-kura Bali. /istimewa
KEK Kura-kura Bali. /istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Reklamasi dan pemasangan pelampung yang dilakukan oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) dinilai merampas ruang masyarakat Pulau Serangan.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali Made Krisna Bokis Dinata mengatakan terjadi perubahan tata ruang pesisir pasca reklamasi di Pulau Serangan.

Sebelumnya, luasan permukiman penduduk mencapai 111 hektare. Kemudian, luasan tersebut berkurang menjadi 46,5 hektare. Lalu usai reklamasi, wilayah garis pantai yang dikuasai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat hanya sekitar 2,5 kilometer dari total panjang garis pantai setelah reklamasi Pulau Serangan sepanjang 20 kilometer. Adapun sepanjang 17,5 kilometer dikuasai BTID.

“Berkurangnya wilayah pemukiman Desa Serangan dan berkurangnya penguasaan garis pantai, yang merupakan bentuk invasi oleh 1 perusahaan atau korporasi yang menunjukkan betapa rakusnya investasi pariwisata yang tak tanggung-tanggung mengorbankan dan merampas wilayah serta ruang hidup masyarakat,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (6/2/2025). 

Menurutnya, setelah reklamasi Pulau Serangan terjadi perubahan kanal pariwisata dimana dalam data pengukuran terakhir citra satelit pada 20 Juni 2023, panjang kanal ini mencapai lebih dari 1,5 kilometer yang memotong dan mengsegmentasi lahan warga Serangan dengan lahan Reklamasi milik BTID.

“Keberadaan kanal pariwisata seakan mensegmentasi lahan dan mengisolasi masyarakat Serangan di pulaunya sendiri,” kata Krisna.

Selain itu, BTID juga sedang berupaya mengajukan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang santer dilakukan sejak September 2023 dimana diklaim untuk pemeliharaan dan pengamanan pantai sehingga dapat memadukan darat dan laut menjadi satu kesatuan yang kompak untuk kegiatan usaha pariwisata.

“Melihat Peta pengajuan yang dilakukan oleh pihak BTID untuk mengajukan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kami duga merupakan upaya pemblokiran perairan atau penguasaan perairan Serangan oleh BTID,” ucapnya.

Dia menilai BTID yang memasang pelampung sebagai bentuk keamanan karena adanya dugaan penyelundupan BBM liar tak masuk akal dan mengada-ada. Pasalnya, BTID tidak memiliki dasar yang jelas untuk melakukan pemagaran di perairan tersebut karena merupakan wilayah publik.

“Kalaupun memang benar terjadi kejadian berupa BBM atau penyelundupan apapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tentu pihak BTID bisa berinisiatif melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib, bukan justru berinisiatif untuk memagari perairan sehingga membatasi akses nelayan dalam mencari ikan dan mencederai sumber penghidupan mereka. BTID harus segera membuka pagar atau pembatas pelampung yang dipasang,” tuturnya.

Krisna menuturkan BTID juga sedang melakukan upaya permohonan ijin pengelolaan Mangrove Tahura Ngurah Rai yang ada di Serangan. Catatan Walhi Bali menemukan luasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai mengalami penyusutan karena pelepasan lahan mangrove kepada PT BTID seluas 62,14 hektare.

Pada kawasan tersebut berisi beberapa pura sebagai kawasan suci persembahyangan masyarakat. Pura yang ada di kawasan itu seperti Pura Pat Payung, Pura Beji Tirtha Harum, dan Pura Encakan Tingkih.

Di sisi lain, UPTD Tahura Ngurah Rai sebanyak 3 kali memberikan surat peringatan kepada masyarakat yang mengelola UMKM di kawasan Tahura Ngurah Rai. Mereka diduga melanggar kelestarian mangrove dan menyalahi Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE)

Bahkan, UPTD Tahura Ngurah Rai juga memperingati masyarakat jika tidak segera pindah, maka akan ditindaklanjuti ke ranah hukum.

“Kami menilai apa yang menjadi sikap UPTD Ngurah Rai sikap yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” ujar Krisna. 

Dalam kesempatan berbeda, Anggota Komisi IV DPR RI Nyoman Adi Wiryatama meminta PT BTID sebagai pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali segera melepas pembatas laut yang menyulitkan nelayan Pulau Serangan.

Menurutnya, proyek KEK Kura-kura Bali yang ke depan akan menjadi tambahan destinasi pariwisata bagi Pulau Dewata. Proyek strategis ini membutuhkan investor namun komitmen pengelola dan perhatian terhadap komunitas lokal tidak boleh diabaikan.

Di sisi lain, selama beberapa tahun terakhir akses nelayan yang hendak melaut terganggu akibat dipasangnya jaring pelampung pembatas laut.

“Saya tak ingin kasus pelampung pembatas laut di Pulau Serangan melanjutkan kasus pagar laut di Tangerang, sehingga pengelola memberi kepastian kapan mereka memutuskan melepas pembatas,” katanya dilansir Antara.

Sementara itu, Presiden Komisaris PT BTID Tantowi Yahya menerangkan alasan pemasangan pelampung karena pertimbangan aspek keamanan. Pasalnya, kawasan pantai tersebut pernah dijadikan pangkalan BBM ilegal.

“Kalau pelampung itu dari aspek kami sebagai investor, itu kan pengamanan, karena kami punya pengalaman sebelumnya bahwa di Laguna itu pernah ada penumpukan BBM liar. Di sana karena tersembunyi, kami kan tidak bisa 24 jam di situ, yang dijaga oleh security di daerah akses masuk, akan tetapi di luar-luar itu tidak. Jadi Itu kan pengamanan sebenarnya agar supaya tidak ada lagi kasus serupa bahkan nanti lebih seram lagi misalnya umpamanya narkoba dan produk - produk lain yang diharamkan oleh peraturan perundangan,” terangnya.

Pihaknya akan mempertimbangkan mencabut pelampung tersebut melalui rapat dengan manajemen karena banyaknya penolakan dari nelayan. 

“Kami tidak ada mengkavling laut, di tempat kami tidak ada tapi soal pelampung kami bawa ke rapat manajemen, saya perlu waktu, ini proses, ini bukan perusahaan saya sendiri,” ucapnya.

Pihaknya juga sepakat mencabut nama Jalan Kura-kura Bali agar kembali menjadi Jalan Pulau Serangan.

Untuk diketahui, pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali mendapat sejumlah protes masyarakat, mulai dari penamaan Jalan Kura-kura Bali, penamaan Pantai Kura-kura Bali, pemasangan pelampung pembatas laut, hingga mewajibkan nelayan menggunakan rompi identitas jika ingin melaut di area KEK.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper