Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penggunaan Bioavtur (SAF), Pengamat: Masih Banyak Pekerjaan Rumah!

Untuk mencapai target NZE 2050, analisis IATA menunjukkan bahwa diperlukan sekitar 3.000 hingga lebih dari 6.500 pabrik bioavtur akan dibutuhkan.
Pesawat yang dioperasikan oleh Scoot Airlines, maskapai Low Cost Carrier milik Singapore Airlines Ltd. (SIA), lepas landas di Bandara Sydney di Sydney, Australia, pada Selasa, 27 Agustus 2024./Bloomberg-Brent Lewin
Pesawat yang dioperasikan oleh Scoot Airlines, maskapai Low Cost Carrier milik Singapore Airlines Ltd. (SIA), lepas landas di Bandara Sydney di Sydney, Australia, pada Selasa, 27 Agustus 2024./Bloomberg-Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA – Industri transportasi udara nasional masih menghadapi sejumlah tantangan untuk menggunakan sustainable aviation fuel (SAF) atau bioavtur Pemerintah diminta untuk memastikan regulasi penggunaan bioavtur selaras dengan standar global.

Pemerhati penerbangan Alvin Lie mengatakan penggunaan bioavtur menghadapi sejumlah tantangan. Saat ini, isu penggunaan minyak sawit masih menghadapi penolakan di Uni Eropa, baik dari sisi regulasi anti deforestasi ataupun standar lingkungan.

“Soal teknologi dan keterbatasan infrastruktur juga masih menjadi tantangan. Dari sisi pemerintah, apakah nanti harga bioavtur bakal mendapat subsidi?” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (14/1/2025).

Mengingat industri penerbangan juga melewati lintas negara, maka perlu ada standarisasi global yang diterapkan dalam aturan penerapan bioavtur. Dengan adanya perbedaan standar SAF di setiap regional, lanjut Alvin, akan memperlambat adopsi SAF secara global.

“Maka dari itu, kebutuhan mutlak saat ini adalah adanya komitmen pemerintah dalam regulasi, kebijakan dan investasi. Penting juga dipastikan ada insentif bagi pelaku usaha,” tambahnya.

Melansir laman The International Air Transport Association (IATA), untuk mencapai target NZE 2050, analisis IATA menunjukkan bahwa diperlukan sekitar 3.000 hingga lebih dari 6.500 pabrik bioavtur akan dibutuhkan.

Fasilitas produksi ini juga akan menghasilkan solar terbarukan dan bahan bakar lainnya untuk industri lain. Setidaknya, belanja modal rata-rata tahunan yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas baru selama periode 30 tahun mendatang diperkirakan mencapai $128 miliar per tahun, dalam skenario terbaik.

Wakil Presiden Senior Keberlanjutan dan Kepala Ekonom IATA Marie Owens Thomsen mengatakan dekarbonisasi industri penerbangan harus dilihat sebagai bagian dari transisi energi global, bukan hanya sebagai masalah transportasi di setiap negara.

“Tantangan transisi energi untuk industri penerbangan perlu melibatkan aspek ekonomi yang lebih luas, karena kilang bahan bakar terbarukan akan menghasilkan berbagai macam bahan bakar yang digunakan oleh industri lain. Sementara hanya sebagian kecil yang akan menjadi SAF,” ujarnya.

Senada dengan Alvin, Walsh juga mendorong setiap pemerintah segera memberikan insentif kebijakan konkret untuk mempercepat produksi bioavtur.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper