Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia membutuhkan investasi hingga US$2,4 triliun atau sekitar Rp38.000 triliun untuk dapat mencapai target nol emisi bersih atau net zero emission (NZE) pada 2060 berdasarkan laporan yang dirilis Kearney, perusahaan konsultan manajemen global.
Kebutuhan dana tersebut merupakan kumulatif yang diperlukan Indonesia selama kurun 2022-2060. Dengan demikian, kebutuhan pendanaan per tahun mencapai US$62 miliar.
Energi menjadi sektor yang membutuhkan investasi terbesar. Direktur Utama Kearney Indonesia Shirley Santoso mengemukakan kebutuhan investasi untuk pengurangan emisi sektor tersebut mencapai US$1,43 triliun sampai 2060.
Hal ini tidak terlepas dari ketergantungan tinggi sektor energi Indonesia terhadap bahan bakar fosil. Bauran listrik bertenaga batu bara tercatat mencapai 52% dengan kapasitas total 42 gigawatt (GW) pada 2022. Sementara itu, energi berbahan bakar minyak dan gas di level 33% dan bauran energi terbarukan hanya 15%.
“Sektor energi menjadi penyumbang emisi terbesar kedua dengan persentase 26%. Dari jumlah tersebut, lebih dari separuh berasal dari pembangkit listrik dan sisanya dari aktivitas produksi manufaktur,” kata Shirley dalam peluncuran laporan Jalur Indonesia Menuju Net Zero 2060, Kamis (5/12/2024).
Shirley mengemukakan investasi dalam transisi energi bisa dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan efisiensi energi, mempercepat penerapan energi terbarukan yang mencakup solusi hibrida), dan memanfaatkan teknologi carbon capture storage (CCS) untuk menghilangkan emisi karbon yang tidak dapat dihindari.
Baca Juga
Dengan kontribusi sebesar 8% terhadap total emisi nasional atau di peringkat ketiga, transportasi menjadi sektor dengan kebutuhan transisi sebesar US$795 miliar. Kebutuhan investasi ini mayoritas diperlukan untuk merevitalisasi transportasi perkotaan, meningkatkan standar efisiensi bahan bakar, investasi pada kendaraan listrik dan mobilitas hidrogen.
Investasi untuk pengolahan sampah dan limbah menempati peringkat ketiga dengan kebutuhan dana terbesar. Shirley mengemukakan investasi untuk mencapai emisi nol di sektor ini mencapai US$62 miliar. Dana tersebut, katanya, diperlukan untuk meningkatkan kemampuan daur ulang sampah tingkat kota dari 1% pada 2020 menjadi 100% pada 2060 dan peningkatan utilisasi pengomposan dari 10 persen pada 2020 menjadi 40% pada 2060.
Selain investasi pengolahan limbah, Shirley mengatakan Indonesia juga memerlukan transisi pada sektor manufaktur dan produksi, terutama dalam pengadopsian energi hijau di industri semen dan amonia. Kebutuhan investasi di sektor ini diestimasi mencapai US$33 miliar.
Pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan atau AFOLU menjadi sektor dengan kebutuhan investasi terkecil, terlepas dari posisinya sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar Indonesia, yakni sebesar 55% dari total emisi. Kearney memperkirakan kebutuhan investasi untuk mengkompensasi emisi yang telah dilepas sektor ini adalah sebesar US$26 miliar sampai 2060.
Som Panda, Principal di Kearney, mengemukakan pencapaian target NZE 2060 Indonesia memerlukan perencanaan yang efektif dan pelaksanaan yang ketat, terutama untuk mempercepat transisi dan memastikan hasil yang adil dan inklusif.
“Perubahan iklim menghadirkan tantangan ekonomi dan lingkungan yang signifikan yang tidak dapat diatasi oleh satu pihak saja. Masa depan net zero hanya dapat dicapai melalui upaya kolektif dari semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, bisnis dan korporasi, investor, dan masyarakat,” kata Som.