Bisnis.com, JAKARTA – Gaung transisi energi makin nyaring di tengah upaya global dalam menangkal dampak perubahan iklim. Di Indonesia, sorotan terutama mengarah ke operasional pertambangan batu bara dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar komoditas fosil tersebut.
Bauran energi batu bara masih mendominasi pasokan listrik Indonesia. Kontribusinya pada 2024 diestimasi menembus 67%. Persentase tersebut lebih tinggi daripada China, salah satu konsumen batu bara terbesar dunia, yang diramal berhasil menurunkan bauran batu baranya menjadi di bawah 60% hingga akhir tahun ini.
Kontribusi batu bara dalam bauran energi Indonesia tidak terlepas dari aktivitas sejumlah emiten. Sebagian besar emiten tambang batu bara tercatat masih mengandalkan batu bara sebagai penopang utama operasional dan pendapatan mereka, meski beberapa mulai menyatakan komitmen untuk diversifikasi bisnis. Berikut ulasannya:
PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO)
Perusahaan milik Garibaldi 'Boy' Thohir yang mulanya bernama PT Adaro Energy Indonesia Tbk itu melaporkan produksi batu bara sebesar 55,7 juta ton sampai akhir September 2024. Head of Corporate Communication Alamtri Resources Febriati Nadira menuturkan produksi ini mencerminkan peningkatan 10% dari periode yang sama tahun lalu.
“Sementara itu, volume penjualan periode ini mencapai 53,66 juta ton [per kuartal III/2024], atau naik 9% dari periode sembilan bulan 2023," kata Febriati kepada Bisnis, Kamis (7/11/2024).
Baca Juga
ADRO menargetkan volume penjualan batu bara sebesar 65 juta ton hingga 67 juta ton, yang meliputi 61 juta ton hingga 62 juta ton batu bara termal, dan 4,9 juta ton hingga 5,4 juta ton batu bara metalurgi dari PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR).
ADRO tercatat mengantongi pendapatan bersih sebesar US$4,45 miliar selama periode Januari-September 2024. Selama periode ini, kontribusi segmen batu bara sebelum dikurangi eliminasi menembus US$4,39 miliar atau setara 98,83% total pendapatan perusahaan.
PT Bayan Resources Tbk. (BYAN)
Emiten batu bara milik Low Tuck Kwong PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) menjadi emiten dengan produksi batu bara terbesar kedua setelah ADRO hingga September 2024. BYAN tercatat memproduksi 40 juta ton atau kurang 14,4 juta ton dari target yang sempat dipatok perusahaan.
Secara tiga kuartal berturut-turut, produksi batu bara BYAN mencapai 14 juta ton di kuartal I/2024, 11,6 juta ton di kuartal II/2024, dan 14,4 juta ton di kuartal III/2024. Pada tahun ini, BYAN menargetkan produksi batu bara pada 2024 sejumlah 55 juta-57 juta ton, naik dari estimasi realisasi 2023 sebesar 48 juta ton.
Dari realisasi produksi tersebut, BYAN melaporkan pendapatan senilai US$2,47 miliar per September 2024. Bayan juga melaporkan bahwa kontribusi segmen batu bara, sebelum dikurangi eliminasi, mencapai US$3,66 miliar. Angka tersebut merefleksikan kontribusi sebesar 148,51% dari pendapatan bersih.
PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS)
Emiten Grup Sinarmas tercatat mengandalkan operasional bisnisnya secara penuh dari pertambangan dan perdagangan batu bara. GEMS melaporkan pendapatan sebesar US$2,01 miliar per September 2024. Dari jumlah tersebut, US$1,98 miliar berasal dari aktivitas pertambangan dan sisanya US$28,22 juta diperoleh dari aktivitas perdagangan batu bara.
GEMS membukukan produksi batu bara sebesar 38,4 juta ton sampai akhir September 2024. Sebagai informasi, tahun ini GEMS menargetkan produksi batu bara sebesar 50 juta ton. Produksi batu bara ini meningkat dari target produksi 2023 yang sebesar 40 juta ton.
PT Bukti Asam Tbk. (PTBA)
Perusahaan batu bara plat merah PTBA mengantongi pendapatan bersih sebesar Rp30,65 triliun per September 2024. Dari capaian tersebut, 98,68% atau setara Rp30,25 triliun berasal dari bisnis pertambangan batu bara.
Pada periode yang sama, PTBA tercatat membukukan produksi batu bara sebesar 32,97 juta ton pada periode 9 bulan 2024. Corporate Secretary PTBA Niko Chandra menuturkan produksi batu bara PTBA ini meningkat 3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
PT Indika Energy Tbk. (INDY)
INDY barangkali menjadi salah satu emiten batu bara yang getol mengurangi ketergantungan pada komoditas bahan bakar fosil tersebut. Hal ini tecermin dari sejumlah aksi korporasi yang dieksekusi perusahaan beberapa tahun terakhir.
Meski demikian, kontribusi signifikan batu bara dalam kinerja keuangan INDY tidak bisa dinegasikan. Per September 2024, segmen pertambangan batu bara yang dijalankan melalui Kideco menyumbang US$1,40 miliar atau setara 78,75% dari total pendapatan perusahaan yang mencapai US$1,78 miliar.
INDY tercatat memproduksi 23,4 juta ton batu bara pada periode 9 bulan 2024. Produksi ini naik 5,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 22,3 juta ton. Dari sisi penjualan, Kideco menjual 23,2 juta ton batu bara pada periode Januari-September 2024, meningkat 2,7% dibandingkan dengan 22,6 juta ton batu bara pada 9 bulan 2023.
Di sisi lain, emiten Arsjad Rasjid ini memiliki target untuk mencapai 50% pendapatan dari bisnis non-batu baru pada 2028 dan mencapai emisi nol pada 2050. Mereka tercatat telah beberapa kali melepas sayap bisnis terkait pertambangan dan perdagangan komoditas tersebut seperti pelepasan 51% saham di PT Multibahtera Segara Sejati Tbk. (MBSS) dan penjualan 69,8% saham di PT Peterosea Tbk. (PTRO) pada 2022.