Bisnis.com, JAKARTA — Dua emiten di sektor energi baru terbarukan (EBT), PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO), kompak membukukan pertumbuhan pendapatan sepanjang paruh pertama 2025. Namun, kinerja bottom line dua perusahaan ini memperlihatkan tren yang berbeda.
Emiten Prajogo Pangestu BREN membukukan peningkatan pendapatan dan laba bersih sepanjang semester I/2025. BREN mencetak peningkatan laba bersih menjadi US$65,5 juta atau setara Rp1,06 triliun (kurs Jisdor Rp16.231 per dolar AS 30 Juni 2025) semester I/2025.
Menyitir laporan keuangannya, BREN membukukan pendapatan sebesar US$300,07 juta atau setara Rp4,8 triliun. Pendapatan ini naik 3,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$290,07 juta.
Peningkatan pendapatan ini didorong oleh pemulihan produksi panas bumi pascapemeliharaan tidak terencana di Darajat pada tahun lalu, serta kontribusi penuh dari unit Salak Binary yang baru beroperasi. Hal ini berhasil mengimbangi penurunan produksi dari segmen angin.
Sementara itu, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk BREN juga naik menjadi US$65,46 juta atau setara Rp1,06 triliun. Capaian laba bersih ini meningkat 12,96% dari US$57,9 juta pada semester I/2024.
Laba bersih yang meningkat ini didorong oleh penurunan beban bunga sebagai hasil dari negosiasi dengan Bangkok Bank Limited pada tahun lalu.
Dengan torehan laba bersih dan pendapatan tersebut, net profit margin (NPM) atau rasio laba bersih terhadap pendapatan BREN pada semester I/2025 bertengger di angka 21,81%. Rasio ini naik dari catatan pada semester I/2024 di angka 19,97%.
CEO Barito Renewables Hendra Soetjipto Tan menyampaikan BREN dengan senang hati melaporkan kinerja yang kembali solid pada paruh pertama tahun 2025. Hendra menjelaskan meskipun segmen angin mencatatkan penurunan produksi, kinerja panas bumi menunjukkan hasil yang kuat setelah normalisasi operasional Darajat dan kontribusi tambahan dari Salak Binary.
“Disiplin biaya yang konsisten dan strategi keuangan kami telah menghasilkan perluasan margin dan peningkatan laba. Ke depan, kami akan tetap fokus pada ekspansi kapasitas terpasang untuk mendukung transisi Indonesia menuju sistem energi rendah karbon,” ujar Hendra akhir Juli 2025.
Sementara itu, EBITDA BREN meningkat sebesar 4,4% secara tahunan, didukung oleh inisiatif efisiensi biaya yang berkelanjutan. Marjin EBITDA juga meningkat menjadi 86,3%, mencerminkan fokus berkelanjutan BREN terhadap keunggulan operasional dan pengendalian biaya yang efektif.
Hendra menuturkan Barito Renewables akan tetap berkomitmen untuk memperluas portofolio energi terbarukan dan mendukung target jangka panjang transisi energi Indonesia.
Hal ini tecermin pada kemajuan dalam pengembangan unit panas bumi baru di Salak dan Wayang Windu. Kedua unit ini ditargetkan mulai beroperasi secara komersial pada akhir 2026. Selain itu, program retrofit juga sedang berjalan di Salak, Wayang Windu, dan Darajat, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pembangkit, memperpanjang umur aset, dan mengoptimalkan output dari infrastruktur yang ada.
Perseroan juga memperkirakan kinerja yang lebih baik dari segmen angin pada paruh kedua tahun ini, seiring dengan meningkatnya kecepatan angin secara musiman. Dengan ketersediaan sumber daya yang lebih baik, segmen angin diharapkan dapat memberikan kontribusi produksi yang lebih optimal dalam portofolio energi BREN pada kuartal-kuartal mendatang.
Laba PGEO Turun, tetapi Margin Lebih Efisien
Emiten EBT anak usaha PT Pertamina (Persero), PGEO, juga mencetak peningkatan pendapatan, tetapi dengan laba bersih yang turun sepanjang semester I/2025.
Berdasarkan laporan keuangannya, PGEO membukukan pendapatan sebesar US$204,85 juta, atau setara dengan Rp3,3 triliun. Pendapatan ini naik 0,53% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$203,77 juta.
Di sisi lain, laba bersih PGEO tercatat tergerus hingga 28,37% secara tahunan menjadi US$68,93 juta atau setara Rp1,1 triliun. Laba bersih ini turun dari US$96,25 juta dibandingkan dengan semester I/2024.
Menyusutnya laba bersih PGEO salah satunya ditekan oleh kenaikan beban pokok pendapatan dan beban langsung lainnya sebesar 7,34% year-on-year (YoY) menjadi US$83,49 juta. Selain itu, PGEO juga membukukan rugi selisih kurs US$13,44 juta pada semester I/2025 dari posisi laba selisih kurs US$16,82 juta per 30 Juni 2024.
Dengan torehan laba bersih dan pendapatan tersebut, PGEO mencatat NPM sebesar 33,64% atau lebih rendah daripada margin pada paruh pertama 2024 sebesar 47,23%. Terlepas dari penurunan ini, rasio laba bersih ke pendapatan PGEO jauh lebih tinggi daripada BREN. Hal ini mencerminkan pengelolaan bisnis PGEO yang lebih efisien daripada BREN.
Baca Juga : Danantara Sponsori Kerja Sama PLN dan Pertamina (PGEO) untuk Pengembangan Panas Bumi 530 MW |
---|
Direktur Keuangan Pertamina Geothermal Energy Yurizki Rio mengemukakan kinerja PGEO berada pada jalur yang sehat.
“Ini menandakan fundamental keuangan perseroan yang kuat, didorong oleh produksi yang melebihi proyeksi awal,” ucap Yurizki Rio dalam keterangannya.
Yurizki mengatakan penguatan kinerja bisnis PGEO ini menandakan panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang memiliki peran strategis dalam usaha pemerintah Indonesia mendorong transisi energi.
Meskipun tantangan geopolitik dan ekonomi global memengaruhi aspek pendanaan proyek dan biaya operasional, PGEO tetap mencatatkan kinerja operasional yang solid. Produksi energi pada kuartal ini tercatat telah melebihi proyeksi awal, yang turut mendorong pertumbuhan pendapatan perusahaan.
“Net profit perusahaan masih tetap sehat, dan EBITDA margin kami terjaga di atas 80%, mencerminkan efisiensi dan profitabilitas dalam mengelola aset dan operasional,” ujarnya.
Selain itu, Yurizki juga menyampaikan optimismenya terhadap pencapaian target 1 gigawatt (GW) kapasitas terpasang PGE yang dikelola mandiri didukung oleh sejumlah proyek kunci yang tengah digarap, di antaranya pengembangan Hululais Unit 1 & 2 (110 megawatt/MW), proyek-proyek co-generation dengan total kapasitas 230 MW, serta eksplorasi Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Tiga yang diresmikan Presiden Prabowo pada Juni lalu.
Ditambah lagi, beroperasinya PLTP Lumut Balai Unit 2 pada akhir Juni lalu menambah pasokan listrik sebesar 55 MW ke jaringan nasional, yang akan berdampak positif terhadap kinerja keuangan PGEO sepanjang tahun.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy Julfi Hadi menyampaikan bahwa PGEO berkomitmen menyediakan energi bersih berbasis panas bumi yang stabil dan andal sebagai bagian dari kontribusi nyata terhadap pencapaian target Net Zero Emission 2060 Indonesia.
“Perjalanan menuju 1 GW kami tempuh dengan konsistensi dan keyakinan. Beroperasinya Lumut Balai Unit 2, proyek eksplorasi (green field) PLTP Gunung Tiga, serta pengembangan berbagai proyek lainnya merupakan bukti konsistensi PGE dalam mengembangkan pemanfaatan panas bumi,” ucap Julfi.
Lebih lanjut, Julfi menegaskan misi PGEO tak hanya menyediakan energi listrik, tetapi juga memberdayakan masyarakat di sekitar wilayah operasional dalam prosesnya.
Dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, PGEO saat ini mengelola kapasitas terpasang sebesar 1.932 MW, terdiri dari 727 MW yang dikelola mandiri dan 1.205 MW bersama mitra. PGEO optimistis dapat meningkatkan kapasitas terpasang mandiri menjadi 1 GW dalam 2-3 tahun ke depan, dan 1,7 GW pada 2033.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.