Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Resmi Terapkan Tarif Impor hingga 3.500% untuk Panel Surya dari Asia Tenggara

Penyelidikan menunjukkan perangkat panel surya dari Asia Tenggara diimpor dengan harga murah di bawah biaya produksi sehingga merugikan industri domestik AS
Teknisi melakukan pemeriksaan panel surya di gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (9/7/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Teknisi melakukan pemeriksaan panel surya di gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (9/7/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat secara resmi menyetujui penerapan tarif bea masuk hingga 3.500% atas impor perangkat panel surya dari sejumlah negara Asia Tenggara. Keputusan ini diambil setelah penyelidikan panjang membuktikan bahwa impor produk tersebut telah mencederai industri manufaktur domestik AS.

Komisi Perdagangan Internasional AS (US International Trade Commission/USITC) pada Selasa (20/5/2025) secara bulat menyetujui penerapan tarif terhadap sel dan modul surya impor dari Kamboja, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Penetapan adanya kerugian industri domestik menjadi ambang batas terakhir yang memungkinkan tarif impor ini berlaku penuh, dengan pengenaan resmi akan dimulai pada Juni 2025.

Keputusan ini menandai akhir dari pertempuran panjang yang dilancarkan oleh para produsen panel surya yang beroperasi di AS. Perusahaan seperti Hanwha Q Cells dan First Solar Inc. menyebut lonjakan impor produk murah dari Asia Tenggara telah menekan kinerja produksi dan penjualan mereka di dalam negeri.

“Ini adalah kemenangan besar bagi manufaktur domestik,” kata Tim Brightbill, wakil ketua praktik perdagangan internasional Wiley dan penasihat hukum utama untuk koalisi perusahaan surya yang mengajukan kasus ini, dalam sebuah konferensi pers, dikutip dari Bloomberg

Berbeda dengan tarif luas yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump, tarif ini merupakan hasil dari penyelidikan perdagangan selama lebih dari satu tahun. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa peralatan surya yang diimpor dari negara-negara tersebut dijual dengan harga tidak wajar dan disubsidi secara tidak adil, sehingga merugikan produsen di AS.

Pengenaan tarif ini akan meningkatkan biaya impor peralatan surya dari Asia Tenggara dan berpotensi menghambat pengembang energi terbarukan di AS yang sangat bergantung pada impor dari kawasan tersebut.

Menurut data BloombergNEF, AS mengimpor panel surya senilai US$12,9 miliar dari empat negara ini pada 2024. Nilai ini setara dengan 80% dari total importasi produk tersebut.

Namun, produsen domestik AS menilai bahwa dampak kenaikan biaya impor tidak akan signifikan. Direktur eksekutif koalisi Solar Energy Manufacturers for America, Mike Carr, menilai faktor lain seperti biaya tenaga kerja dan kendala dalam menghubungkan proyek ke jaringan listrik justru memainkan peran yang lebih besar dalam anggaran pengembang.

“Biaya peralatan sangat rendah. Nilainya hanya sebagian kecil dari total biaya proyek,” kata Carr.

Carr juga menyatakan bahwa permintaan akan terus tumbuh. Produsen domestik kini juga berada di jalur yang tepat untuk memiliki kapasitas produksi sel dan modul yang cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan industri surya AS pada 2026.

Meski demikian, kehadiran tarif ini menambah tantangan kebijakan dan rantai pasok, sehingga berpotensi menghambat pertumbuhan di masa depan. Listrik bertenaga surya tercatat menjadi salah satu sumber utama instalasi kapasitas energi di AS.

Dalam perhitungan yang dilakukan Departemen Perdagangan AS bulan lalu, tarif impor yang akan diterapkan ke produsen Asia Tenggara mencapai 3.521% untuk beberapa produsen di Kamboja. Namun, tarif untuk negara dan perusahaan lain ditetapkan jauh lebih rendah. Vietnam diganjar tarif rata-rata sebesar 396%, sementara Thailand sebesar 375% dan 34% untuk Malaysia.

Departemen Perdagangan AS menetapkan tarif ini pada April setelah penyelidikan yang panjang. Penyelidikan menyimpulkan bahwa beberapa produsen panel surya di keempat negara tersebut menerima subsidi pemerintah dan menjual produknya ke AS di bawah biaya produksi. AS telah memungut tarif sementara selama beberapa bulan terakhir berdasarkan temuan awal tersebut.

Adapun beberapa tarif spesifik lainnya menyasar JinkoSolar sebesar 245% untuk ekspor dari Vietnam dan 40% dari Malaysia. Kemudian Trina Solar di Thailand menghadapi tarif 375%, dan lebih dari 200% dari Vietnam; sementara JA Solar dari Vietnam dapat dikenai tarif sekitar 120%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper