Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga legislatif Brasil menyepakati serangkaian regulasi yang akan mempermudah proses perizinan bisnis. Namun kelompok lingkungan berpandangan langkah ini dapat mengancam upaya pelestarian lingkungan.
Regulasi yang disetujui oleh senat pada Rabu (21/5/2025) itu memperkenalkan kategori baru yang memuat pengecualian syarat berusaha atau kemudahan izin bagi sejumlah proyek yang dinilai berisiko rendah. Kelompok yang menolak berpandangan regulasi ini justru akan membahayakan iklim dan masyarakat.
Brasil merupakan rumah bagi 60% hutan hujan tropis dunia dan menjadi indikator penting dalam menjaga kualitas lingkungan global. Catatan kinerja negara ini dalam menjaga sumber daya alamnya akan menjadi sorotan pada November mendatang ketika Brasil menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-30 atau COP30. Konferensi yang digelar di Belem ini akan mempertemukan delegasi dari 190 negara.
Para pegiat lingkungan, pelaku industri, dan sektor pertanian sepakat bahwa sistem perizinan lingkungan di Brasil sudah usang, kompleks secara hukum, dan sulit ditegakkan. Hal itu menyebabkan penundaan penerbitan izin selama bertahun-tahun. Namun, perdebatan mengenai cara reformasi tanpa mengorbankan perlindungan lingkungan telah berlangsung selama hampir 21 tahun.
Rancangan regulasi ini sebelumnya telah disetujui oleh majelis rendah pada 2021 dan kini dikembalikan ke sana untuk ditinjau ulang sebelum diajukan kepada Presiden Luiz Inacio Lula da Silva untuk disahkan menjadi undang-undang.
Para legislator menyatakan bahwa regulasi baru ini bertujuan menyeimbangkan integritas lingkungan tanpa menghambat pembangunan ekonomi.
Baca Juga
Senator Tereza Cristina, yang bertanggung jawab memediasi konsensus antarpemangku kepentingan, menyebut kebijakan ini sebagai langkah maju yang signifikan. Cristina yang menjabat sebagai Menteri Pertanian di bawah Presiden Jair Bolsonaro menyatakan bahwa ketiadaan kerangka hukum umum selama ini menimbulkan ketidakpastian. Bolsonaro sendiri dikenal luas sebagai sosok yang skeptis terhadap perubahan iklim.
Sebagai contoh, Cristina menyebut proses perizinan lingkungan untuk pembangkit listrik tenaga air rata-rata memakan waktu 10 tahun, dan negara ini memiliki 27.000 regulasi. Pada 2022, lebih dari 5.000 proyek, termasuk jalan tol, rel kereta, jalur air, jaringan transmisi, pipa mineral, pipa gas, dan kabel serat optik, tertunda akibat masalah perizinan.
“Ini penting untuk mengurangi birokrasi dan mempercepat persetujuan proyek, sembari tetap menjamin perlindungan lingkungan,” ujar Cristina seperti dikutip Bloomberg, Kamis (22/5/2025).
Pendapat ini juga dituangkan dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh 89 organisasi yang mewakili sektor agribisnis, pertambangan, pangan, infrastruktur, dan energi.
Meski demikian, kehadiran regulasi ini menuai penolakan keras. Menteri Lingkungan Hidup Marina Silva dalam konferensi pers menyebutkan bahwa kementeriannya mengidentifikasi sejumlah poin yang justru menjadi sinyal kemunduran.
“Sejak awal, kami menilai poin-poin ini merupakan langkah mundur yang signifikan, bahkan dapat membongkar sistem perizinan lingkungan di Brasil,” kata Silva.
Para pegiat lingkungan menyatakan bahwa regulasi ini berisiko mengabaikan perlindungan atas wilayah adat, kawasan konservasi, dan komunitas Afro-Brasil keturunan budak yang melarikan diri, yang dikenal sebagai quilombola. Partisipasi kelompok-kelompok yang melindungi hak-hak komunitas tersebut akan makin dibatasi.
Dalam sebuah pernyataan, organisasi non-pemerintah Instituto Socioambiental menyebut bahwa rancangan undang-undang ini membahayakan integritas lebih dari 3.000 kawasan lindung dan dapat menyebabkan “salah satu kemunduran lingkungan terbesar dalam sejarah modern Brasil.”
Regulasi ini hadir di tengah laporan meningkatnya kehilangan hutan primer di Brasil pada 2024. Sebagian besar hutan yang lenyap dipicu oleh kebakaran lahan terburuk dalam sejarah, menurut data World Resources Institute yang dirilis Rabu.
Brasil tercatat mengalami kekeringan terparah dalam 70 tahun terakhir. Kombinasi fenomena ini dan suhu tinggi telah memicu penyebaran api ke wilayah yang luas.
Selain kebakaran hutan, organisasi tersebut menyebut bahwa sebagian besar hutan hujan primer Brasil yang hilang juga disebabkan oleh deforestasi untuk pertanian kedelai dan peternakan sapi. Brasil sendiri menyumbang 42% dari seluruh kehilangan hutan hujan primer di wilayah tropis, menurut laporan lembaga tersebut.