Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah punya target ambisius untuk mengembangkan 30 fasilitas pengelolaan sampah menjadi listrik pada 2029 dengan total kapasitas mencapai 600 megawatt (MW).
Wacana pemerintah tersebut direspon positif oleh pelaku usaha. PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) melalui unit usahanya PT Indoplas Energi Hijau (IEH) bersama partner penyedia teknologi yaitu China Tianying Inc (CNTY) bakal membangun pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) di Cipeucang, Kota Tangerang Selatan
Fasilitas PSEL dengan nilai investasi Rp2,6 triliun ini bakal memproses sedikitnya 1.000 ton sampah baru dan 100 ton sampah lama yang ada di TPA Cipeucang dalam sehari.
Tumpukan sampah dengan bau menyengat tersebut nantinya akan menghasilkan listrik mencapai 23 MW.
Adapun fasilitas PSEL ini menggunakan teknologi Moving Grate Incinerator. Teknologi MGI disebut dapat mengolah sampah sampai 90% dan menghasilkan energi hijau yang tidak menimbulkan gangguan lingkungan berupa asap dan bau.
“PSEL tidak hanya memberikan solusi modern bagi masalah persampahan, tapi juga berkontribusi pada penyediaan energi terbarukan," ujar Pimpinan Konsorsium IEH-CNTY Bobby Gafur Umar, Senin (5/5/2025).
Baca Juga
Bobby optimistis PSEL Cipeucang ini nantinya akan mampu mengurangi beban TPA yang sudah sangat sesak sampah, dan cenderung menjadi lokasi yang tidak sehat.
Proyek ini dibangun dengan konsep kerja sama dengan skema build operate transfer (BOT) dengan periode konsesi 27 tahun dan masa konstruksi 3 tahun.
Konsorsium OASA dan CNTY ditetapkan sebagai pemenang lelang proyek PSEL Cipeucang melalui Surat Penetapan Pemenang Lelang yang dikeluarkan oleh otoritas Pemda Tangsel pada 21 Maret 2025.
"Pembangunan prasarana pengolahan sampah ini merupakan salah satu bukti komitmen pemerintah daerah dalam membenahi tata kelola persampahan di kota Tangsel," ujar Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Devnie.
Tidak hanya di Tangsel, OASE juga sudah lebih dulu mengincar proyek biomassa di Blora. Berdasarkan pemberitaan Bisnis, Blora adalah salah satu daerah yang menyimpan potensi besar pengembangan usaha berbasis biomassa di Jawa Tengah.
Dari potensi tersebut, OASA sudah mulai juga menyusun rencana pengembangan bisnis Bio-CNG (Compressed Natural Gas) dari limbah pertanian yang berlimpah di sana, antara lain jerami, gabah dan jagung.
"Nantinya pada tahap pertama, kapasitas industri biomassa di Blora ini ditargetkan mencapai 5.000 ton per bulan, dan akan terus dikembangkan hingga mencapai target 15.000 ton per bulan. Pabrik wood chip ini diharapkan sudah bisa beroperasi pada akhir tahun 2024 ini," ujarnya, Kamis (25/4/2024).
Bobby menyampaikan pabrik biomassa yang akan digarap OASA di daerah ini akan menghasilkan wood chip yang nantinya akan dipasok sebagai bahan co-firing untuk PLTU Rembang. Sementara itu, produk bio-CNG rencananya akan diekspor ke Jepang.
Sementara itu, mitra OASA, China Tianying Inc (CNTY) semakin memperbanyak portofolio proyek energi terbarukan.
Selain bermitra OASA, Tianying juga menjalin kemitraan dengan perusahaan Singapura, yaitu Calypte Holding, dalam pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta dan Surabaya.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis, untuk mengembangkan sumber energi yang ramah lingkungan di Riau, Calypte Holding bekerja sama dengan CGN Energy International Holdings Co, Limited, sebuah perusahaan energi asal China, untuk membangun PLTS dengan kapasitas 1.000 MW serta Pembangkit Listrik Tenaga Gas Turbin Gabungan (CCGT) dengan kapasitas 500 MW.
Tidak hanya itu, Di Kepulauan Riau, Calypte Holding juga sedang membangun PLTS sebesar 1.500 MW dengan menggunakan sistem ground mounted.
Tantangan Pengembangan PLTSa
Upaya mendorong investasi dalam pengelolaan sampah, menjadi isu penting dalam pemerintahan Prabowo. Sayangnya, pengelolaan sampah menjadi listrik bukan strategi sederhana, mengingat banyak setumpuk persoalan di dalamnya.
Misalnya saja soal regulasi. Untuk mengakselerasi proyek PLTSa, pemerintah tengah melakukan penyatuan tiga Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah. Kehadiran regulasi ini diharapkan mendukung upaya pemanfaatan sampah menjadi energi listrik lewat PLTSa.
Adapun beleid yang akan disatukan konsolidasikan adalah Perpres No. 97/2017, Perpres No. 35/2018 dan Perpres No. 83/2018.
Selain itu, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq memastikan upaya percepatan PLTSa tidak akan mengesampingkan isu polutan berbahaya dioksin dan furan.
"Kalau gasis itu kelebihannya lebih terkontrol, gasnya tetap rumit. Kalau insinerator lebih gampang menyelesaikan tapi itu ada dioksin furan, tapi yang penting itu ditangani dengan serius, itu bisa clear," kata Hanif, melansir Antara.
Dioksin dan furan sendiri adalah senyawa bersifat karsinogenik yang dapat memicu kanker dan berbahaya bagi kesehatan manus. Senyawa itu dapat dihasilkan dari pembakaran sampah dan limbah padat yang menggunakan insinerator.
Hal serupa juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan yang menyebut pemerintah akan mendorong pembangunan PLTSa didukung Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI Danantara) yang berkolaborasi dengan PT PLN untuk menarik investasi atau kerjasama dengan investor.
Teknologi yang digunakan akan menekan timbulan dioksin dan furan yang dihasilkan dari penggunaan insinerator
"Nanti yang nyeleksi teknologinya kita minta kepada Danantara," kata Zulkifli.