Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Formula One atau F1 untuk beralih menggunakan 100% bahan bakar berkelanjutan mulai musim depan ternyata menyerap biaya yang jauh lebih mahal dari perkiraan, menurut kepala tim Mercedes Toto Wolff.
Isu mengenai biaya mahal pemakaian bahan bakar ramah lingkungan ini mengemuka dalam pertemuan Komisi F1. Pertemuan yang belum lama digelar itu dihadiri oleh para kepala tim peserta dan pemangku kepentingan terkait.
“Apa yang membuatnya sangat mahal adalah seluruh rantai pasok dan kontribusi energinya harus bersumber dari energi hijau,” kata Wolff kepada wartawan di Grand Prix Miami, seri keenam musim ini, dikutip dari Reuters, Senin (5/5/2025).
Untuk memastikan seluruh rantai pasok sesuai dengan kriteria keberlanjutan F1, Wolff mengatakan diperlukan bahan dengan spesifikasi tertentu yang menyedot biaya tinggi.
“Kenyataannya, biayanya jauh melampaui perkiraan. Jadi kami perlu melihat apakah ada aspek yang bisa disesuaikan untuk menurunkan harga per liter,” katanya.
Wolff menambahkan bahwa mitra bahan bakar Mercedes, Petronas, secara teknis sangat berkomitmen memenuhi target penurunan emisi karbon F1. Namun Petronas kini tengah mengkaji apakah perubahan regulasi bisa membuat bahan bakar berkelanjutan menjadi lebih layak secara finansial.
Baca Juga
Bos tim Red Bull Christian Horner sepakat bahwa terdapat banyak biaya pengembangan dalam proses transisi energi di F1. Namun dia berpandangan bahwa hal tersebut ini belum menjadi persoalan besar bagi timnya.
“Mungkin ke depan perlu ada batasan tertentu yang diterapkan. Tapi bahan bakar berpotensi menjadi salah satu faktor terbesar yang membedakan performa. Perusahaan-perusahaan bahan bakar tampaknya sangat aktif terlibat dalam pengembangannya,” ujarnya.
F1 tercatat menargetkan menjadi ajang balap netral karbon pada 2030. Target ini mencakup pengurangan emisi dari mobil di lintasan maupun kegiatan operasional selama akhir pekan balapan.