Bisnis.com, JAKARTA — Pasokan global kelapa bulat makin ketat imbas cuaca buruk yang melanda sejumlah negara utama produsen komoditas tersebut. Lonjakan harga kelapa di Indonesia, Malaysia, hingga Filipina menjadi fenomena tak terelakkan.
Berdasarkan laporan Bloomberg, Filipina yang merupakan produsen kelapa terbesar dunia memperkirakan penurunan produksi sebesar 20% tahun ini akibat cuaca ekstrem.
Kekeringan hingga siklon tropis selama dua tahun terakhir telah memperlemah tanaman kelapa, termasuk di perkebunan berorientasi ekspor di kawasan pantai selatan negara kepulauan tersebut.
“Faktor utama di balik rendahnya pasokan adalah perubahan iklim. Kondisi ini menyebabkan hasil panen berkurang, keterlambatan panen, dan terbatasnya mobilitas petani,” kata Henry Raperoga, Presiden dan COO Axelum Resources Corp seperti dikutip Bloomberg, Senin (28/4/2025).
Negara produsen lain seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam juga mengalami tekanan pasokan akibat cuaca buruk dan peningkatan konsumsi domestik, tambah Raperoga.
Di Sri Lanka, harga grosir kelapa di pelelangan mingguan di ibu kota Kolombo telah naik lebih dari dua kali lipat dalam setahun terakhir. Hal ini terjadi setelah hasil panen anjlok akibat kombinasi cuaca buruk dan serangan penyakit.
Akibat dari kondisi tersebut, pemerintah setempat pada Februari lalu menyetujui permintaan produsen untuk mengimpor kernel kelapa demi meredakan tekanan pasar.
Di Malaysia, lonjakan harga ini mendorong sebagian pedagang menghentikan sementara operasional mereka, sementara konsumen disarankan beralih ke bahan pengganti seperti krim masak atau yoghurt untuk masakan kari, saus, dan kue, menurut laporan media lokal.
Berdasarkan laporan Channel News Asia pada awal Februari 2025, produsen di negara bagian Perak telah melaporkan penurunan produktivitas sejak Maret 2024 karena pohon kelapa menghasilkan kernel yang lebih sedikit. Cuaca ekstrem diduga menjadi penyebab penurunan produktivitas ini.
Hal ini dibenarkan oleh salah satu pemasok kelapa terbesar di Semenanjung Malaysia, Anba Coconut Trading. Perusahaan melaporkan bahwa produktivitas di kebun yang mereka sewa turun hingga 80–90%.
Dalam pernyataan kepada kantor berita Bernama, pemilik Anba P Sarasvathy mengatakan bahwa 420.000 pohon kelapa di perkebunannya kini hanya memasok sebanyak 2.000–2.500 kelapa setiap dua hari, dari sebelumnya 10.000 hingga 15.000 butir.
“Pohon kelapa kami tampak sehat, tetapi produksinya turun signifikan. Saya tidak pernah mengalami fenomena penurunan sebesar ini,” kata Saravathy kepada Bernama.
Pasokan Ketat Kelapa di Pasar Global
Keterbatasan pasokan di Malaysia membuat Kementerian Pertanian dan Keamanan Pangan Malaysia memutuskan untuk memperbesar impor kelapa dari Indonesia mulai Februari 2025. Namun seperti di Malaysia, Indonesia juga melaporkan kekurangan pasokan yang berbuntut pada berhentinya operasi beberapa industri pengolahan kelapa.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor kelapa bulat dengan kode HS 08011200 pada Januari–Februari 2025 mencapai 70.432 ton, naik 56,28% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya di angka 45.066 ton.
Seiring dengan kenaikan volume ekspor kelapa, pundi-pundi yang diterima Indonesia turut terkerek hingga tiga kali lipat, dari US$10,37 juta pada Januari–Februari 2024 menjadi US$30,71 juta pada dua bulan pertama 2025.
Menghadapi fenomena harga tinggi dan ketatnya pasokan, Indonesia yang merupakan produsen kelapa terbesar kedua dunia dikabarkan tengah mempertimbangkan sejumlah kebijakan untuk stabilisasi.
Beberapa di antaranya adalah larangan ekspor selama tiga hingga enam bulan, penerapan pungutan ekspor, serta pemberlakuan harga acuan menyusul lonjakan harga hingga 150% dalam tiga bulan terakhir.
Sementara itu, Otoritas Kelapa Filipina menyatakan tengah berdiskusi dengan produsen untuk mengalokasikan sebagian stok minyak kelapa ke pasar domestik alih-alih ekspor.
"Skema ini bertujuan menjaga pasokan lokal dan menstabilkan harga tanpa mengganggu komitmen ekspor," kata lembaga tersebut dalam pernyataan resminya.
Permintaan global terhadap kelapa sendiri diprediksi terus meningkat, berkat citra kelapa sebagai produk nabati alternatif yang bebas laktosa. Hal ini tecermin dalam laporan Axelum yang mencatat pertumbuhan permintaan di Eropa dan Amerika Latin, sementara Amerika Serikat hadir sebagai destinasi ekspor terbesar mereka.
Produk turunan kelapa seperti minyak kelapa, santan, dan kelapa kering juga makin populer seiring dengan perkembangan tren gaya hidup sehat dan berkelanjutan. Konsumsi minyak kelapa diperkirakan naik tipis menjadi 3,23 juta ton tahun ini, dari 3,2 juta ton tahun lalu, menurut International Coconut Community. AS, Uni Eropa, dan China tercatat sebagai pengimpor utama produk-produk kelapa.
Departemen Pertanian AS (US Department of Agriculture/USDA) juga memperkirakan bahwa stok minyak kelapa global akan turun ke level terendah dalam empat tahun pada akhir musim 2024–2025. Di sisi lain, harga minyak kelapa sudah melonjak dua kali lipat sejak 2023, mencapai level tertinggi tiga tahun sebesar US$2.658 per ton, berdasarkan data Commodity3.