Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsumsi Batu Bara China Melandai, Bisakah Bertahan dengan Tarif Trump?

Konsumsi batu bara China tercatat turun 4,7% sepanjang kuartal I/2025 di tengah peningkatan pasokan energi terbarukan
Tumpukan batu bara di depan cerobong asap industri dengan latar langit biru./Bloomberg - Waldo Swiegers
Tumpukan batu bara di depan cerobong asap industri dengan latar langit biru./Bloomberg - Waldo Swiegers

Bisnis.com, JAKARTA — China tercatat mengurangi konsumsi batu bara seiring dengan pertumbuhan pasokan energi terbarukan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan kebutuhan listrik nasional. Penurunan ini terjadi ketika China membukukan pertumbuhan ekonomi 5,4% pada tiga bulan pertama 2025.

Pembangkit listrik tenaga batu bara China, yang merupakan sumber emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, mencatat penurunan produksi listrik sebesar 2,3% pada Maret 2025. Penurunan ini berkontribusi koreksi konsumsi batu bara sebesar 4,7% sepanjang kuartal I/2025.

Sementara itu, produksi listrik dari sumber terbarukan seperti tenaga angin dan surya meningkat setelah China menambahkan jumlah turbin dan panel surya baru yang mencetak rekor pada 2024.

“Perekonomian China tumbuh cukup kuat pada Maret. Jadi fakta bahwa produksi listrik bertenaga batu bara yang turun merupakan sinyal positif,” kata Lauri Myllyvirta, analis utama di Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), dikutip dari Bloomberg.

Perlambatan konsumsi batu bara di negara penghasil emisi terbesar dunia itu terjadi setelah China melakukan adopsi energi bersih secara masif dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan energi terbarukan China bahkan disebut-sebut membuat negara tersebut bakal mencapai puncak emisi lebih cepat dari target 2030.

Meski demikian, arah emisi karbon China masih belum pasti di tengah antisipasi Beijing dalam menghadapi tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat (AS). Perang dagang dengan AS berisiko menghambat ekonomi dan memicu respons kebijakan besar dari Negeri Panda.

Perlambatan penggunaan batu bara China sendiri sebagian dipengaruhi oleh faktor musiman, seperti musim dingin yang lebih hangat sehingga mengurangi kebutuhan pemanas. Namun, Cosimo Ries, analis dari Trivium China berpandangan hal ini juga bisa mencerminkan pergeseran yang lebih luas dari aktivitas ekonomi yang sangat intensif energi.

“Ekonomi China beberapa tahun terakhir mengalami ekspansi berlebihan di sisi suplai yang menyebabkan kelebihan kapasitas di banyak industri besar. Mungkin koreksi terhadap hal itu sudah mulai terjadi,” kata Ries.

Tarif impor tinggi yang diterapkan AS kepada produk-produk asal China berisiko membawa perubahan arah ekonomi pemerintahan Xi Jinping. CREA mencatat bahwa tekanan ekonomi acap kali direspons China dengan investasi pada proyek-proyek dengan kebutuhan energi tinggi.

“Setiap kali China menghadapi guncangan ekonomi negatif selama abad ini, hasilnya selalu peningkatan emisi akibat respons pemerintah,” sebut CREA.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler