Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit pengembang perumahan yang bermasalah.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengatakan banyak masyarakat yang tertipu oleh pengembang yang menjual tagline bebas banjir ketika menjual unit rumahnya. Namun setelah ditempati, kondisi perumahan itu terendam banjir, bahkan ketinggian airnya hingga mencapai dua meter.
“Banyak perumahan yang dulu menjanjikan bebas banjir hari ini banjirnya dua meter. Kita akan audit dari aspek lingkungan seluruh perumahan di Jabar yang banjir,” ujarnya dilansir Antara, Sabtu (8/3/2025).
Menurutnya, audit pengembang perumahan perlu dilakukan untuk mencari tahu kesesuaian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dalam pengendalian banjir.
Pihaknya akan mengevaluasi tata ruang di wilayah sebagai upaya menjaga keseimbangan daerah dan mencegah bencana alam semakin parah. Pasalnya, ruang terbuka hijau, kawasan hutan, hingga lahan sawah menjadi penyebab utama banjir di wilayah Jawa Barat. Oleh karena itu, kegiatan alih fungsi lahan di wilayah Jabar harus segera dihentikan demi menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah bencana lebih lanjut.
Pengamat Properti Anton Sitorus menuturkan salah satu penyebab banjir besar di Bekasi ini yakni kesalahan pada perencanaan tata kota terutama pada saluran airnya sehingga perlu dilakukan pengerukan.
Baca Juga
Kendati demikian, dia tak menampik banyak rumah yang dibangun di atas lahan bekas sawah karena harga yang murah dan lahan semakin terbatas. Pasalnya, lahan bekas sawah dan rawa seharusnya tidak dialih fungsikan menjadi lokasi pembangunan rumah. Hal ini dikarenakan kondisi tanah yang tidak solid dan kualitas air yang tak bagus.
“Tanah sawah memang enggak bagus. Secara fisiknya enggak bagus, air tanahnya juga jelek kualitasnya. Lalu juga kekuatan tanahnya juga perlu dipadetinnya juga banyak. Karena lama-lama turun-turun,” katanya.
CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda berpendapat banjir yang terjadi pada awal Maret ini bukan sepenuhnya salah pengembang namun terdapat tanggung jawab dari pihak pemerintah daerah hingga kementerian terkait.
Pasalnya, pengembang tidak akan bisa membangun rumah di lahan yang rawan banjir apabila pengajuan rancangannya tidak disetujui oleh Pemerintah Daerah dan Kementerian. Selain itu, banjir yang terjadi terutama di Jawa Barat akibat tata pembangunan saluran air yang tidak terhubung satu sama lain.
“Pemerintah daerah, pusat, kementerian terkait, ini harus sama-sama selesaikan masalah banjir,” ucapnya.
Ketua Umum Yayasan Synergi Bangun Indonesia (YSBI) Ishak Chandra menuturkan pihaknya tak menampik masih banyak pengembang nakal yang membangun rumah di atas lahan bekas sawah dan rawa. Selain itu, juga banyak pengembang yang masih mengklaim bebas banjir padahal berada di dataran rendah dari sungai.
“Iya ada pengembang yang masih menggunakan lahan bekas sawah dan rawa bangun perumahan karena lahan terbatas. Saya kira banjir juga karena sungai dan infrastruktur air yang enggak memadai,” ujarnya kepada Bisnis.
Untuk diketahui, YSBI merupakan organisasi filantropi sebanyak 1.000 pelaku industri properti yang terdiri dari 600 pengembang dan 400 non-pengembang pendukung industri properti.
YSBI ini menandai langkah awal kontribusi nyata dalam membangun negeri dengan visi menciptakan perubahan positif dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia. YSBI memiliki kepedulian tinggi terhadap berbagai isu lingkungan, sosial, kemanusiaan dan pembangunan Indonesia.
“YSBI hadir untuk menjadi jembatan antara mereka yang memiliki kepedulian dengan mereka yang membutuhkan bantuan terutama meningkatkan akses dan kualitas pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda Indonesia,” ucapnya.
Selain itu, YSBI akan memberikan bantuan dan layanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan terutama di daerah terpencil.
Kemudian, memberdayakan masyarakat melalui program-program pelatihan, pendampingan, dan memberikan bantuan tanggap darurat bagi korban bencana alam dan krisis kemanusiaan.