Bisnis.com, JAKARTA — Dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan di Bali sangat masif. Hal ini membuat sekitar 2.000 hektare sawah di Bali lenyap dan beralih fungsi sebagai perumahan, hotel, restoran, dan bangunan lainnya di Bali.
Direktur PT Miraland Bali I Wayan Sudarma menuturkan pihaknya menyadari pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lahan pertanian.
Oleh karena itu, pihaknya berkomitmen untuk mengembangkan proyek di lahan yang telah memiliki izin peruntukan untuk perumahan atau komersial. Selain itu, berupaya menerapkan desain yang tetap mempertahankan aspek hijau dan alami di Bali.
“Kami juga mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatur tata ruang agar pembangunan tidak mengorbankan keindahan dan keberlanjutan Bali sebagai destinasi budaya dan pariwisata dunia,” katanya kepada Bisnis, Jumat (21/2/2025).
Dia berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan. Pengembang menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan perpaduan material ramah lingkungan, sistem pengelolaan air yang efisien, serta menjaga ruang hijau dalam setiap proyek.
“Kami merancang setiap hunian dengan konsep green living yang mencakup ventilasi alami, pemanfaatan energi terbarukan seperti solar panel. Tata ruang dalam proyek kami tetap mempertahankan elemen alam Bali, seperti mempertahankan pohon-pohon yang ada dan membangun lanskap yang mendukung ekosistem lokal,” ucapnya.
Baca Juga
Dia menilai tren hunian ramah lingkungan semakin diminati oleh konsumen terutama oleh ekspatriat dan investor yang peduli dengan isu keberlanjutan. Banyak pembeli kini mencari properti yang tidak hanya nyaman tetapi juga memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pihaknya terus berinovasi dalam menghadirkan konsep hunian yang sesuai dengan kebutuhan pasar ini.
Adapun Miraland tengah mengembangkan Samani Villa Pecatu dimana progres konstruksi tahap pertama mencapai 60%. Samani Villa Pecatu tahap 1 mulai dikembangkan pada Februari 2024 dimana terjual habis dalam waktu 4 bulan melalui sistem indent. Pihaknya akan mengembangkan Samani Villa Pecatu tahap kedua mulai Maret 2025.
Hunian ini mengusung kombinasi antara desain modern tropis, sentuhan budaya Bali, dan lokasi strategis. Pembangunan mengutamakan kualitas material serta desain yang memadukan estetika modern dengan elemen alam khas Bali, seperti penggunaan kayu lokal dan ornamen tradisional.
“Ini mencerminkan tingginya minat pasar terhadap konsep holiday home yang diusung. Kami menyadari tanggung jawab besar dan berkomitmen untuk terus memastikan kualitas serta kecepatan pembangunan, sekaligus menghadirkan nilai tambah bagi para investor melalui potensi return of investment yang kompetitif,” tuturnya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali Made Krisna Bokis Dinata mengatakan saat ini pembangunan akomodasi pariwisata tentunya berbanding lurus dengan laju alih fungsi lahan.
Alih Fungsi lahan menjadi fenomena yang tidak bisa terbantahkan. Hal ini tentunya amat berpengaruh terhadap keberlangsungan ekosistem serta keadaan Bali terhadap gempuran berbagai pembangunan infrastruktur yang merubah bentang alam dan acapkali bersifat ekstraktif.
Adapun di Kota Denpasar dan daerah Kuta sendiri terjadi alih fungsi lahan untuk permukiman yang masif dari tahun 2000 hingga 2020 dimana diikuti dengan berkurangnya lahan sawah yang awalnya 7.639,92 hektare atau 41,46% luas wilayah di tahun 2000 menjadi 3.305,91 hektare atau 18,02% di tahun 2020.
“Ini terjadi pengurangan luas sebesar 4.334,01 hektare atau 23,44% hilang dalam kurun waktu 20 tahun,” ujarnya kepada Bisnis.
Menurutnya, pemerintah harus segera mengambil langkah agar dapat mengamankan lahan sawah di Bali.