Bisnis.com, JAKARTA — Harga teknologi energi bersih seperti angin, surya, dan penyimpanan baterai diperkirakan terus turun tahun ini.
Laporan terbaru BloombergNEF, sebagaimana dikutip Reuters, mengungkap bahwa penurunan harga ini terjadi meski kebijakan proteksionisme, termasuk penerapan tarif pada produk energi hijau, diterapkan oleh sejumlah negara.
“Saat ini, proyek pembangkit listrik bertenaga angin dan surya baru sudah lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi pembangkit batu bara dan gas baru di hampir seluruh pasar global. Hal ini memungkinkan negara-negara beralih dari bahan bakar fosil,” tulis Reuters.
Dominasi China dalam produksi teknologi bersih menjadi faktor utama yang mendorong penurunan biaya pada 2024. Namun, negara-negara seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa justru menerapkan tarif terhadap impor komponen panel surya dan kendaraan listrik asal China, sebagai upaya melindungi industri manufaktur domestik mereka.
“Secara rata-rata, China dapat menghasilkan listrik per megawatt-jam dengan biaya 11-64% lebih murah dibandingkan pasar lainnya,” demikian isi laporan tersebut.
Biaya teknologi energi bersih diperkirakan turun lebih lanjut sebesar 2-11% pada 2025. Meskipun hambatan perdagangan dapat memperlambat tren penurunan harga dalam jangka pendek, BlommbergNEF memperkirakan bahwa biaya listrik dari energi bersih akan berkurang hingga 22-49% pada 2035.
Baca Juga
"China mengekspor teknologi energi hijau dengan harga yang sangat murah, sehingga negara-negara lain mulai mempertimbangkan untuk menerapkan proteksi guna melindungi industri mereka sendiri," ujar Matthias Kimmel, Kepala Ekonomi Energi di BNEF.
"Namun, tren penurunan biaya ini begitu kuat sehingga tidak ada yang bisa menghentikannya, bahkan Presiden Trump sekalipun," tambahnya.
Bloomberg juga melaporkan bahwa penambahan kapasitas energi baru terbarukan (EBT) China pada 2024 memecahkan rekor baru.
Kapasitas energi terbarukan bertenaga surya negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia itu bertambah 277 gigawatt (GW) sepanjang 2024, menurut laporan Badan Energi Nasional (National Energy Administration/NEA) China pada Selasa (21/1/2025). Tambahan itu melampaui rekor tahun sebelumnya yang mencapai 217 GW.
Badan Energi Nasional juga menyebutkan bahwa China berhasil menambah kapasitas energi angin sebesar 80 GW pada 2024. Instalasi energi terbarukan tersebut sekaligus menandai dicapainya bauran energi terbarukan China yang lebih cepat dari target 2030.
Meski demikian, laju penambahan bauran energi terbarukan China diramal bakal melambat dalam beberapa tahun ke depan. Riset BloombergNEF menyebutkan pengembangan energi terbarukan di China terhadang oleh tertundanya peningkatan infrastruktur jaringan listrik dan ketersediaan lahan yang makin terbatas.
Terlepas dari tantangan ini, tambahan kapasitas energi terbarukan China diestimasi menembus 273 GW untuk tenaga surya dan 94 GW energi angin pada 2025.