Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tren Energi Hijau: Kuota Pemasangan Batasi Pengembangan PLTS Atap?

Mengutip Wood Mackenzie, pasar tenaga surya global mencapai 495 gigawatt (GW)dc kapasitas terpasang atau meningkat 14% pada 2024 dibandingkan dengan 2023.
Teknisi melakukan pemeriksaan instalasi panel surya di salah satu gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (11/6/2024). Bisnis/Abdurachman
Teknisi melakukan pemeriksaan instalasi panel surya di salah satu gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (11/6/2024). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dunia melanjutkan tren pertumbuhan pada 2024 sebesar 14% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 

Sayang, sejumlah hambatan seperti ketidakpastian kebijakan, langkah proteksionis hingga permasalahan interkoneksi bakal menghentikan tren tersebut. 

Mengutip Wood Mackenzie (WoodMac), pasar tenaga surya global mencapai 495 gigawatt (GW)dc kapasitas terpasang atau meningkat 14% pada 2024 dibandingkan dengan 2023. 

“Pemasangan PLTS akan melambat di banyak negara seiring dengan perubahan kebijakan yang mulai membuahkan hasil,” kata Analis Utama Panel Surya Skala Utilitas Amerika Utara untuk Wood Mackenzie, Sylvia Leyva Martinez, dikutip dalam keterangan resmi, Rabu (22/1/2024).

Menurutnya, sejumlah faktor penentu seperti ketidakpastian politik, berkurangnya insentif, reformasi kelistrikan hingga pergeseran agenda iklim menyebabkan tren pertumbuhan pengembangan PLTS mandek. Bagaimana di Indonesia?

Mulai 2024, pemerintah melalui Kementerian ESDM telah menetapkan kuota pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap untuk periode 2024 hingga 2028. Kuota digunakan karena intermitensi PLTS atap, sehingga pengembangannya perlu dihitung secara cermat dengan memerhatikan keandalan sistem PLN. 

Besaran kuota yang ditetapkan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Secara terperinci, pada 2024, kuota PLTS atap ditetapkan sebesar 901 MW dan untuk tahun ini kuotanya naik menjadi 1.004 MW. Lalu, untuk 2026 naik menjadi 1.065 MW. Meningkat lagi menjadi 1.183 MW pada 2027 dan sebesar 1.593 MW pada 2028.

Kuota tersebut merujuk Keputusan Dirjen Ketenagalistrikan Nomor 279.K/TL.03/DJL.2/2024 resmi menetapkan kuota untuk PLTS atap periode 2024-2028.

Co-Founder Xurya Daya Indonesia Edwin Widjonarko mengapresiasi terbitnya beleid ini. Menurutnya, aturan main sudah tampak lebih jelas dan bisa diikuti semua pihak. 

“Kalau bicara fair atau ideal itu soal lain. Karena soal kuota, mengapa sekecil ini? Karena demand-nya sudah mulai naik. Publik sudah aware dibandingkan dengan 2018, atau saat pandemi,” ujarnya. 

Dengan adanya peningkatan tren permintaan tersebut, keterbatasan kuota menjadi persoalan. Edwin mengatakan upaya transisi energi dapat lebih didorong dengan pemasangan PLTS atap, karena publik sudah mulai teredukasi. 

“Jangan sampai kita tidak bisa memanfaatkan momentum, atau riding the wave-lah untuk booming energi hijau ini,” tambahnya. 

Di sisi lain, Praktisi Energi Satya Widya Yudha memahami nuansa kebijakan pemerintah soal kuota PLTS Atap. Menurutnya, alasan terbesar adalah pasokan listrik sudah dapat dipenuhi oleh PLN. 

“Dalam konteks pemenuhan kapasitas, sudah dipenuhi sama pembangkit eksisting. Kalau mau pengembangan, tentu dilihat terlebih dahulu, mana yang lebih membutuhkan. Sekarang memang tampak dijaga, tapi kalau mau diperbesar lagi ya berarti harus memensiunkan PLTU dulu,” ujarnya. 

Pemberitaan Bisnis sebelumnya, menjelaskan, bahwa Kementerian ESDM membuka ruang untuk penambahan kuota PLTS atap di wilayah usaha PT PLN (Persero) dan penetapan kuota di non wilayah usaha PT PLN (Persero). 

Mengingat pemerintah masih memiliki target pemasangan PLTS atap di Indonesia sebesar 4,6 gigawatt (GW). 

“Targetnya lumayan besar tapi memang masalah jaringan. Kestabilan jaringan yang diukur, jadi agak slow speed, tapi saya rasa makin banyak,” ujar Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi.

Di Tanah Air, lanjut Satya halangan pengembangan PLTS terkait intermitensi. Meski solusi permasalahan tersebut hadir melalui penyimpanan energi melalui baterai (battery energy storage systems/BESS), harga listriknya masih relatif lebih mahal. 

Tren BESS di Dunia

Mengutip Rystad Energy, booming pemasangan penyimpanan energi melalui baterai sedang terjadi. Kebutuhan kapasitas penyimpanan tahunan akan membengkak dalam beberapa tahun mendatang.

Pada 2023 silam, Rystad melakukan proyeksi pemodelan pemasangan baterai tahunan akan melampaui 400 gigawatt-jam (GWh) pada 2030. Proyeksi peningkatan pemasangan mencapai 10 kali lipat dibandingkan dengan 2023. 

“Baterai akan memainkan peran mendasar dalam masa depan produksi energi dan permintaan daya. Teknologi ini memecahkan masalah intermitensi pembangkitan energi terbarukan,” kata Sepehr Soltani, analis penyimpanan energi di Rystad Energy.

Adapun pada 2024, pemasangan BESS di AS melonjak 50% dengan total kapasitas mencapai 32,5 GWh, dan diperkirakan akan tumbuh 35% lagi pada 2025 didorong oleh sistem yang lebih besar dan lebih terstandarisasi.

Ke depan, diperkirakan proyek kelas kakap BESS global akan terjadi. Belum lama ini, Masdar telah mengumumkan rencana pengembangan proyek PLTS sebesar 5,2 GW dan proyek BESS berkapasitas 19 GWh di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).

Gaung proyek BESS juga terjadi di Australia. Tahun lalu, melansir Rystad Energy, proyek sistem penyimpanan energi ini hampir menyentuh 5 GW yang sedang dibangun. 

Adapun di Tanah Air, PT Sembcorp Renewables Indonesia, dan PT PLN Nusantara Power, resmi meluncurkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya Nusantara Sembcorp.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper