Bisnis.com, JAKARTA — Laju deforestasi hutan di Indonesia diproyeksikan akan meningkat sebesar 250% hingga 300% menjadi 0,5 juta hektare hingga 0,6 juta hektare di tahun ini.
Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Mukri Friyatna mengatakan angka deforestasi yang diklaim pemerintah pada 2023 hanya sebesar 0,2 juta hektare. Namun demikian, angka deforestasi ini diperkirakan akan naik menjadi 0,5 juta hingga 0,6 juta hektare.
Proyeksi penambahan laju deforestasi tersebut dikarenakan sejumlah faktor. Salah satunya terkait status izin usaha pertambangan (IUP) pada semester I/2024 tercatat sebanyak 4.473 dengan luas total wilayah IUP yaitu 9.112.732 hektare dan telah dimanfaatkan untuk operasi produksi lebih dari 8 juta hektare. Dari total angka ini, wilayah IUP menggunakan izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 5,2 juta hektare.
Lalu, program hutan sebagai sumber pangan juga diejawantahkan melalui proyek food estate atau lumbung pangan. Dalam program strategisnya, Kementerian Kehutanan akan menyediakan lahan hutan untuk food estate dengan 3 klaster luasan. Food estate besar dengan luas 1,5 juta hektare di Merauke. Food estate berukuran sedang berada Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan dengan masing-masing luasan kurang lebih 100.000 hektare. Food estate kecil di beberapa provinsi masing-masing, dengan luasan 10.000 hingga 20.000 hektare.
“Alokasi kawasan hutan untuk food estate seluas 3,69 juta hektare yang tersebar di 4 provinsi. Di dalamnya terdapat kawasan hutan seluas 1,57 juta hektare. Sudah hampir bisa dipastikan, proyek food estate lagi-lagi akan jatuh ke tangan korporasi, sedangkan masyarakat adat dan lokal akan tergusur dari wilayat adat dan lahan produksinya,” ujarnya dalam Environmental Outlook 2025 dikutip Jumat (17/1/2025).
Faktor lainnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan menyebut terdapat 3,37 juta hektare perkebunan sawit dalam kawasan hutan terdiri dari wilayah konservasi seluas 91.074 hektare, hutan lindung 156.119 hektare, hutan produksi tetap (HPT) 501.572 hektare, hutan produksi terbatas seluas 1,49 juta hektare, dan terakhir seluas 1,13 juta berada di dalam hutan produksi konversi (HPK).
Baca Juga
“Dari alokasi RAPBN tahun 2025, Sebagian dana dipergunakan untuk mengatasi laju deforestasi yang masih pada angka 0,2 juta ha dan untuk reforestasi seluas 3.400 hektare. Ini sangat tidak sebanding antara laju deforestasi dengan kemampuan pemerintah melakukan rehabilitasi,” katanya.
Anggaran untuk fungsi perlindungan dan pelestarian lingkungan sangat kecil pada 2025 ini bahkan menurun jika dibanding tahun sebelumnya. Dia berharap anggaran untuk fungsi perlindungan dan pelestarian lingkungan, dalam RAPBN perubahan bisa ditingkatkan dan diarahkan khusus untuk reforestasi hutan dan pengurangan laju deforestasi.
Adapun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran fungsi perlindungan lingkungan hidup Rp11,3 triliun. Nilainya berkurang 20% dibandingkan tahun 2024.
Dia menilai banyak kebijakan yang sesungguhnya merugikan lingkungan hidup. Namun akar dari semua tersebut di akhir kepemimpinan Joko Widodo adalah terbitnya UU No. 11 tahun 2020 jo UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Di dalam UU tersebut terdapat pasal – pasal merugikan lingkungan hidup khususnya terkait partisipasi publik, pemutihan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan dan penyederhanaan perizinan berusaha bagi korporasi.
“Kami berharap, pemerintah bisa mencabut pasal tersebut,” ucapnya.
Selain itu, proyek food estate yang merupakan proyek yang telah digagas oleh Jokowi dan sebagian untuk lahannya menggunakan hutan alam telah terbukti merusak lingkungan seperti di Merauke, Papua Selatan dan Kapuas, Kalimantan Tengah. Hal ini termasuk merugikan masyarakat adat maupun lokal karena merampas sumber-sumber kehidupannya.
Bencana ekologis yang kini meningkat baik frekuensi maupun intensitasnya, termasuk dampak dan risikonya, menunjukan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan telah menurun. Bencana ekologis yang saat ini terjadi berada pada tapak-tapak proyek industri ekstraktif.
“Karena ini, kami mendesak agar ditutup kran pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan,” tutur Mukri.
Sementara itu, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menuturkan pemerintah tidak melakukan deforestasi hutan mengubah 20,6 juta hektare lahan menjadi lahan pangan dan energi. Namun, pemerintah akan melakukan pola tumpang sari sehingga tidak mengorbankan hutan justru mengoptimalkan fungsi hutan.
“Jadi idenya justru di 20,6 juta hektare ini tetap menjadi kawasan hutan bukan hutannya dibuka, bukan dirusak, bukan dilakukan deforestasi tapi maksimalkan fungsi hutan. Penanamannya dengan tumpang sari, jadi boleh nanti menanam jati menanam sengon tapi di bawahnya ditanam padi gogo atau jagung,” ujarnya.
Dia menerangkan pada awalnya terdapat nomenklatur yang mengatur hutan cadangan pangan dan air, setelah diidentifikasi ada sekitar 20,6 juta hektare tanah yang dapat dimaksimalkan fungsi hutannya dengan menanam tanaman-tanaman pangan maupun energi.
Berdasarkan hal itu, pemerintah ingin mendorong agar mencapai swasembada pangan, seperti contohnya jika dilakukan pola tumpang sari untuk penanaman padi di 1 juta hektare lahan akan menghasilkan 3,5 juta ton beras setara dengan jumlah impor Indonesia.
“Kemarin sudah dihitung dengan Menteri Pertanian kalau impor beras kita tahun 2023 itu 3,5 juta ton, kalau kita tanam dengan cara tumpang sari di kawasan hutan maka 1 hektare itu bisa memproduksi 3,5 ton beras dengan bibit terbaru dari Unsoed, artinya kita tidak perlu impor lagi,” katanya.
Menurutnya, dengan pola tumpang sari tersebut, Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dengan tetap menjaga hutan dan meminimalisasi deforestasi. Adapun luas lahan 20,6 juta hektare hutan ini tersebar di seluruh Indonesia, di mana bersama Kementerian Pertanian mereka akan mulai menanam di 50 hektare lahan pada 22 Januari 2025.
“Jangan salah lagi, kita tidak membuka hutan jadi ini adalah hutan yang sudah ada kita tanami lagi pohon-pohon yang lebat, di bawahnya ditanam tanaman-tanaman pangan yang menguntungkan rakyat, logikanya hutan cadangan pangan itu justru meminimalisir terjadinya deforestasi,” ucap Raja.