Bisnis.com, JAKARTA - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta (DLH) mengklaim siap mengelola sampah organik atau food waste dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satu metode pengelolaan sampah organik dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yakni melalui Biokonversi Maggot Black Soldier Fly (BSF).
Lalu apa itu Biokonversi Maggot Black Soldier Fly (BSF)? Mengutip paparan Resti Rahayu, Dosen Biologi Universitas Andalas, BSF merupakan biomesin/ biotransformasi/ biokonversi yang efektif mengolah/mendegradasi sampah organik (sayuran, buah, sisa makanan, bangkai hewan, serta kotoran) dengan cepat, menjadi biomassa untuk pakan ternak berprotein tinggi dan pupuk tanaman.
Kemampuan dekomposisi maggot lebih baik dibandingkan dengan organisme lainnya termasuk mikroorganisme. Teknologi biokonversi menggunakan maggot BSF dianggap mampu mendegradasi sampah organik lebih cepat dibanding serangga lainnya.
Melihat kemampuan BSF yang mumpuni mengubah sampah menjadi maggot, wajar metode ini dijadikan solusi untuk mengatasi food waste program MBG. Sayangnya, meski metode pengelolaan sampah organik sudah teruji, mengapa Jakarta masih punya pekerjaan rumah dalam mengelola sampah?
Mengacu Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2023, timbulan sampah di Jakarta tercatat 3.141.650 ton per tahun. Adapun, dari jumlah itu foot waste mendominasi dengan persentase 49,87 persen atau setara 1.566.740 ton per tahun, kebanyakan berasal dari rumah tangga, pasar, perkantoran serta hotel, restoran dan kafe.
Cuan dari Maggot
Selain membantu mengurai sampah organik, produk yang dihasilkan dari pengolahan sampah organik oleh maggot BSF juga bernilai ekonomi yang tinggi. Maggot segar dapat dihasilkan 10 persen - 15 persen dari sampah yang diberikan dalam waktu kurang dari tiga minggu.
Bahkan dalam penanganan yang baik, jenis pakan berasal dari sampah sisa rumah makan/restoran/dapur bisa menghasilkan maggot segar mencapai 30 persen dari jumlah pakan yang diberikan.
Melansir pemberitaan Bisnis (9/12/23), aktivitas budidaya larva lalat tentara hitam, dapat juga menjadi bisnis yang menjanjikan. Harlie, misalnya. Pemilik usaha Maggot Alam Lestari di Kota Tangerang, memulai langkah awalnya pada 2015. Dia telah mengembangkan peternakan dan memproduksi 20 jenis produk maggot yang merambah pasar internasional.
Satu produk yang dijual ke pasar domestik yaitu maggot kering premium grade A dipasarkan di kisaran Rp55.000, sedangkan grade AA di harga Rp62.000. Kedua grade berbeda dari sisi ukuran dan kandungan proteinnya.
Harlie sendiri dapat menjual maggot kering hingga 400 kg per hari, dengan harga jual Rp56.000 per kg, sehingga dalam sehari dia dapat meraup pendapatan Rp22 juta. Sementara itu, untuk 19 produk lainnya diekspor ke luar negeri.
Target pasar produk maggot terutama adalah komunitas pecinta burung, ikan koi, ayam bangkok, dan gecko alias tokek.
Pengusaha maggot lainnya, Akbar, owner Maggot Putra Tangerang juga meraup untung jutaan rupiah dari usaha serupa. Akbar yang merintis usaha ini pada 2020 mampu menjual maggot basah sebanyak 1,2 ton per hari dengan harga Rp7.000 per kg dengan omzet mencapai Rp8,4 juta per hari.
Menurutnya, bisnis ini merupakan bisnis yang mudah, karena dapat dilakukan dalam skala rumahan dan secara mandiri.
Akbar sendiri sampai dengan saat ini memasarkan maggot melalui jejaring media sosial seperti Facebook, Instagram dan Youtube.
Harlie dan Akbar menjelaskan bahwa terdapat siklus bagi maggot lalat black soldier fly ketika larva sudah mencapai tahapan dewasa harus cepat-cepat dipanen. Biasanya larva pada kisaran umur 15—18 hari dan diklaim sudah mengandung cukup protein yang tinggi untuk menjadi pakan.
Jika sampai dengan 20 hari belum dipanen, maka larva akan berubah menjadi pre-pupa yang akan menjadi lalat nantinya.