Bisnis.com, JAKARTA – Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menyetujui pinjaman sebesar $500 juta atau sekitar Rp7,93 triliun untuk mendukung Filipina dalam menangani dampak perubahan iklim.
Hal ini diumumkan ADB pada Selasa (26/11/2024). Sebagaimana diberitakan Reuters, pinjaman ini akan mempercepat reformasi Filipina di sektor-sektor utama seperti pertanian, sumber daya alam, energi, dan transportasi supaya lebih tangguh menghadapi perubahan iklim dan transisi menuju rendah karbon.
Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 7.600 pulau, Filipina merupakan negara dengan risiko bencana iklim tertinggi di dunia. World Risk Index menempatkan negara beribu kota Manila itu di peringkat pertama pada 2022 hingga 2024. Indeks ini mengukur kelompok populasi paling rentan bencana gempa bumi, siklon, banjir, kekeringan, dan kenaikan permukaan laut.
“Kerentanan tinggi Filipina berdampak signifikan pada momentum dan prospek ekonominya,” kata Direktur ADB untuk Filipina Pavit Ramachandran dalam pernyataan resmi.
Filipina sendiri telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 75% pada 2030, meningkat dari target sebelumnya sebesar 70% yang ditetapkan pada 2017.
Pada Desember lalu, ADB mengumumkan rencana pendanaan iklim sebesar $10 miliar untuk Filipina pada periode 2024–2029, dengan fokus pada transportasi rendah karbon dan ketahanan iklim.
Baca Juga
Pada September, ADB juga menetapkan target baru untuk mengalokasikan 50% dari pinjaman tahunan mereka ke pembiayaan iklim pada 2030, sejalan dengan komitmen mendukung transisi ke masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Adapun berdasarkan estimasi ADB pada Maret 2024, kawasan Asia Tenggara menjadi penerima pembiayaan iklim terbesar kedua pada 2023 dengan total aliran pendanaan ADB mencapai US$3,67 miliar. Peringkat pertama ditempati Asia Selatan dengan total pendanaan yakni sebesar US$4,07 miliar.
Sementara itu, laporan World Risk Index pada 2023 memperlihatkan bahwa 9 dari 15 negara paling terdampak cuaca ekstrem berlokasi di kawasan Asia Pasifik. Filipina dan Indonesia menempati peringkat teratas dengan indeks risiko masing-masing di 46,86 dan 43,5.