Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dapat memanfaatkan proyek ambisius jaringan interkoneksi listrik Asean atau ASEAN Power Grid (APG) guna meningkatkan ketahanan energi.
Proyek ini juga akan mendorong perdagangan listrik lintas batas, membuka potensi ekonomi yang signifikan bagi negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia. Sejumlah peluang yang tampak secara kasat mata adalah peningkatan investasi dan pemanfaatan energi terbarukan.
Pekan lalu, Menteri ESDM se-Asean berkumpul secara virtual membahas koordinasi antar-sektor dan meninjau rencana implementasi APGF yang dipresentasikan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia (WB).
Kedua lembaga keuangan dunia ini menyuntikkan dana mencapai US$12,5 miliar guna mempercepat konektivitas listrik regional dan pengembangan energi terbarukan di Asia Tenggara.
Adapun ADB menginvestasikan US$10 miliar selama satu dekade ke depan yang akan digunakan untuk interkoneksi lintas batas, penguatan jaringan domestik, dan energi terbarukan untuk ekspor listrik.
Di sisi lain, WB mengucurkan investasi sebesar US$2,5 miliar melalui program Accelerating Sustainable Energy Transition Multi-Phase Programmatic Approach (ASET-MPA). Program ini hadir untuk meningkatkan energi terbarukan dan mempromosikan perdagangan listrik di seluruh wilayah Asean.
Baca Juga
Dukungan pendanaan ini menjadi momentum baru bagi inisiatif ASEAN Power Grid Financing Initiative (APGF) memastikan persiapan proyek. APGF akan mempercepat proyek interkoneksi lintas batas, baik di darat maupun bawah laut, yang dinilai layak secara finansial.
Mengutip pernyataan bersama terkait mekanisme pendanaan APG, para menteri menekankan bahwa negara-negara Asean perlu menilai dan memperkuat regulasi serta kerangka perencanaan mereka untuk mengintegrasikan investasi ini secara efektif dan berdampak.
Selain itu, proyek-proyek interkoneksi prioritas harus datang dari kebutuhan spesifik dan prioritas pembangunan masing-masing negara.
Peran Indonesia
Meski pemerintah belum banyak menyinggung proyek ambisius ini, Indonesia secara aktif terlibat dalam upaya realisasi APG. Bersama Brunei, Malaysia, dan Filipina, Indonesia merupakan bagian dari proyek interkoneksi yang sudah ada, yaitu Brunei Indonesia Malaysia Philippines Power Integration Project (BIMP-PIP).
Proyek ini menunjukkan kesiapan Indonesia untuk berpartisipasi dalam kerangka kerja sama regional yang lebih luas.
Para menteri keuangan dan ekonomi Asean, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, telah membahas bagaimana setiap sektor dapat berkontribusi untuk memajukan konektivitas energi regional dan menarik modal global untuk APG.
Menkeu Sri Mulyani membahasnya dalam pertemuan ke-12 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (12th ASEAN Finance Ministers’ and Central Bank Governors’ Meeting/AFMGM) di Kuala Lumpur, Malaysia, April silam.
Melalui forum tersebut diresmikan pula rencana aksi ASEAN Infrastructure Fund (AIF) 2025-2028 yang di dalamnya memuat rencana peningkatan kapasitas pembiayaan AIF dan komitmen mendukung pembiayaan proyek hijau bersama seperti APG untuk pencapaian target perubahan iklim kawasan.
Selain itu, merujuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025 - 2034, dijelaskan bahwa PLN juga menyiapkan dan mendukung pengembangan infrastruktur untuk ekspor listrik lintas negara.
RUPTL PLN 2025 - 2034 menjabarkan rencana interkoneksi antara Sistem Sumatera dan Peninsular (Malaysia) yang menjadi potensi proyek strategis. Proyek ini dapat meningkatkan keandalan pasokan serta meningkatkan utilitas pembangkit, mengingat terdapat perbedaan waktu beban puncak pada kedua sistem.
Adapun interkoneksi ini dihubungkan langsung dengan jalur backbone 500 kV Sumatera yang terdekat dengan Malaysia, yaitu SUTET 500 kV Perawang – Rantau Prapat atau GITET 500 kV Perawang. Rencananya proyek ini dilaksanakan pada 2034.
Berdasarkan Asean Interconnection Masterplan Study (AIMS) III report potensi interkoneksi Sumatera Malaysia (peninsular) adalah 0,6 – 2,1 GW. Sebagai tindak lanjut dari kajian tersebut, saat ini PLN dan Tenaga National Berhad (TNB) sedang melakukan detail studi untuk merumuskan dan mendesain implementasi dari interkoneksi tersebut.
Urgensi Interkoneksi
Sementara itu, di sela pertemuan antar menteri ekonomi dan bank sentral Asean pada April lalu, Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB) Masato Kanda menegaskan dukungannya untuk memperkuat ketahanan ekonomi kawasan dengan menekankan pentingnya meningkatkan kerja sama dan konektivitas regional.
“Sangat penting bagi negara-negara Asean untuk bekerja sama membangun ketahanan jangka panjang, menjaga pertumbuhan dan investasi, serta melindungi dari guncangan eksternal. ADB siap mendukung negara-negara anggota kami yang sedang berkembang dalam mengatasi tantangan-tantangan ini.”
Menyoroti permintaan energi yang tumbuh pesat di kawasan ini, yang diproyeksikan akan berlipat ganda pada 2050, Kanda menggarisbawahi perlunya sistem energi modern yang saling terhubung.
“Keberhasilan implementasinya akan mengubah kehidupan dan industri di seluruh kawasan, dan memberikan peluang besar bagi semua negara anggota Asean dan ekonomi mereka,” tambahnya.
Di sisi lain, Manajer Program Diplomasi Iklim dan Energi IESR Arief Rosadi menjelaskan optimalisasi APG yang mengutamakan pasokan listrik dari energi terbarukan menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan energi, sekaligus keluar dari jebakan karbon akibat dominasi bahan bakar fosil seperti batubara.
“Langkah ini dapat berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan mengurangi risiko kerugian ekonomi,” pungkasnya.