Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perbankan RI Diminta Hentikan Pendanaan ke PLTU Batu Bara Demi Jaga Lingkungan

Perbankan Indonesia masih mendanai 12% proyek batu bara di Asia Tenggara.
Ilustrasi pembiayaan hijau./Bisnis - Puspa Larasati
Ilustrasi pembiayaan hijau./Bisnis - Puspa Larasati

Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan RI diminta untuk menghentikan pendanaan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang merusak lingkungan. 

Data terbaru laporan Fossil Fuel Divestment Scorecard 2025 dari Center for Energy, Ecology, and Development (CEED) menyebutkan perbankan Indonesia masih mendanai 12% proyek batu bara di Asia Tenggara. Meskipun tren global mulai beralih ke energi terbarukan, namun total pendanaan proyek batu bara di Asia Tenggara dalam 8 tahun terakhir menyentuh angka US$32,48 miliar atau sekitar Rp535,92 triliun dengan Indonesia sebagai penerima terbesar.

Laporan tersebut juga menyoroti tiga bank besar Indonesia, yaitu Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Mandiri, belum memiliki kebijakan untuk tidak membiayai proyek PLTU batu bara.

Action Coordinator Enter Nusantara Ramadhan mengatakan perbankan harus segera mempunyai kebijakan dan peta jalan yang jelas untuk menghentikan pendanaan industri kotor serta segera beralih untuk mengoptimalkan pendanaan energi terbarukan. 

“Kami melakukan aksi ini bukan hanya membawa tuntutan, tapi membawa harapan akan masa depan yang layak. Bank tidak bisa terus menyembunyikan perannya dalam membiayai PLTU yang merusak lingkungan. Masyarakat berhak tahu kemana uang mereka disalurkan. Apakah untuk masa depan bersih, atau untuk mempercepat kehancuran bumi kita?," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (4/7/2025).

Pihaknya memiliki keprihatinan mendalam terhadap keselamatan bersama dalam hal iklim, udara, dan kehidupan yang sehat serta layak di seluruh Indonesia. Dampak krisis iklim sudah dirasakan secara luas.

Dengan mendanai PLTU batu bara, perbankan tidak hanya merusak lingkungan yang kian hari kian memburuk tetapi juga mempercepat krisis iklim yang pada akhirnya paling merugikan masyarakat terutama kelompok yang termarjinalkan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper