Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Komitmen Kurangi Emisi Industri Nikel 81% di 2045

Peta jalan ini menargetkan pengurangan emisi industri nikel hingga 81% pada 2045, selaras dengan komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emissions 2060
Kawasan Industri Morowali Indonesia di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu, (9/7/2023). Sulawesi merupakan wilayah yang kaya akan nikel sehingga Indonesia menyumbang setengah dari produksi global./Bloomberg-Dimas Ardian
Kawasan Industri Morowali Indonesia di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu, (9/7/2023). Sulawesi merupakan wilayah yang kaya akan nikel sehingga Indonesia menyumbang setengah dari produksi global./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia berkomitmen mengurangi emisi industri nikel hingga 81% pada 2045.

Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Leonardo A. A. T. Sambodo mengatakan sebagai produsen 60% nikel dunia, Indonesia disebut memiliki potensi besar dalam mendorong hilirisasi nikel yang rendah emisi dan berdaya saing tinggi.

"Peta jalan ini menargetkan pengurangan emisi industri nikel hingga 81% pada 2045, selaras dengan komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emissions sebelum 2060," ujarnya dilansir Antara, Minggu (15/6/2025).

Peta jalan ini sendiri dirancang untuk menjadi masukan strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan sejalan dengan target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.

Sejak awal 2024 penyusunan peta jalan telah melibatkan kolaborasi multi pihak, mencakup lebih dari 30 perusahaan tambang dan smelter nikel di wilayah Sulawesi dan Maluku Utara, 15 kementerian/lembaga, serta akademisi.

Adapun empat strategi utama dalam peta jalan ini, yaitu efisiensi energi dan material, penggantian bahan bakar, substitusi material, dan penggunaan listrik rendah karbon. Strategi penggunaan listrik rendah karbon menjadi prioritas, mengingat sumber emisi terbesar di industri nikel berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap captive.

"Dengan memanfaatkan potensi energi baru dan terbarukan di wilayah penghasil dan pengolahan nikel, industri dapat memanfaatkan bauran energi yang bersumber dari surya, angin, air, biomassa, dan hidrogen hijau untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara," kata Leonardo.

Senior Climate Manager WRI Indonesia Egi Suarga menuturkan dekarbonisasi Industri nikel adalah langkah awal dalam proses transformasi tata kelola untuk memanfaatkan potensi Indonesia sebagai produsen 60% nikel di dunia. Indonesia dapat menjadi pemimpin global dalam menghasilkan nikel yang rendah emisi dan bertanggung jawab.

Analisis WRI Indonesia menunjukkan emisi industri nikel dapat meningkat hingga 86 persen pada 2045 jika tidak dilakukan intervensi. Oleh karena itu, Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel Nasional juga merekomendasikan pembangunan 47,3 gigawatt (GW) pembangkit listrik energi baru dan terbarukan termasuk penambahan 5,1 GW pembangkit berbasis hidrogen hijau di Maluku Utara yang memiliki keterbatasan energi baru dan terbarukan, serta penguatan infrastruktur gas alam cair dan biomassa.

"Rekomendasi tambahan mencakup kebijakan harga energi rendah karbon yang kompetitif dan pembentukan standar nikel hijau Indonesia untuk mengatur penggunaan energi bersih dan emisi gas rumah kaca dalam proses produksi," tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper