Bisnis.com, JAKARTA — Laporan terbaru The World Wide Fund for Nature atau WWF Indonesia mengungkap adanya penguatan manajemen risiko iklim di sektor keuangan Indonesia. Hal ini turut berdampak pada mobilisasi dana untuk pembiayaan berkelanjutan.
Laporan Sustainable Finance Regulations and Central Bank Activities (Susreg) 2024 mencatat penguatan manajemen risiko iklim di Indonesia ditandai dengan penerbitan serangkaian panduan terkait risiko iklim oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Laporan ini juga menunjukan adanya peningkatan ekspektasi regulator terhadap strategi dan manajemen iklim untuk diterapkan oleh perbankan.
Sebelumnya, WWF dalam laporan Sustainable Banking (Susba) 2024 mencatat bahwa 75% dari 11 bank yang dinilai telah berada pada tahap rekognisi dan lebih dari 50% dalam tahap implementasi dalam aspek implementasi keuangan berkelanjutan.
“Tercatat tujuh dari 11 bank yang dinilai Susba telah melakukan analisis risiko iklim dan mulai mengembangkan strategi pengelolaan terhadap risiko iklim yang relatif sederhana,” demikian bunyi laporan tersebut.
Laporan Susreg juga mencatat adanya perkembangan dari sisi bank sentral. Salah satu bentuk realisasinya adalah penerapan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) 11/2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Melalui kebijakan ini, Bank Indonesia memberikan insentif likuiditas dalam bentuk pengurangan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan pembiayaan ke sektor yang berwawasan lingkungan.
Baca Juga
Insentif tersebut telah menjadi stimulan penyaluran pembiayaan berkelanjutan, dengan beberapa anggota Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI) mengembangkan produk seperti green bonds, sustainability-linked loan dan instrumen lainnya.
Adapun total instrumen pembiayaan hijau yang tercatat mencapai Rp 52, triliun pada akhir 2024. WWF menilai kebijakan tersebut positif bagi pengembangan produk keuangan berkelanjutan di Indonesia, tetapi masih diperlukan langkah penyeragaman standardisasi dan kriteria berkelanjutan yang berdampak dengan tingkat interoperabilitas tinggi.
“Penguatan infrastruktur dan kapasitas bank dalam mengelola risiko dan peluang iklim menjadi langkah penting. Langkah proaktif dari sisi regulasi dan panduan terkait keuangan berkelanjutan bisa menghindari industri perbankan dari risiko biaya yang lebih tinggi dan tidak terduga,” kata Direktur Iklim dan Transformasi Pasar WWF Indonesia Irfan Bakhtiar di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Pada kesempatan yang sama, Sustainable Finance Lead WWF Indonesia Rizkia Sari Yudawinata mengemukakan pengelolaan risiko dan peluang usaha terkait iklim dan alam tidak bisa dilakukan secara terpisah pisah. Keduanya saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri.
“Hal ini sejalan dengan prinsip Do No Significant Harm (DNSH) yang diterapkan di dalam taksonomi berkelanjutan Indonesia (TKBI) dalam rangka memastikan investasi yang berkaitan dengan net zero, baik langsung maupun tidak langsung, tidak memberi dampak negatif secara sosial dan lingkungan,” katanya.
Dia menambahkan instrumen kebijakan moneter seperti GWM dan KLM bisa dioptimalkan lebih lanjut untuk mendorong pembiayaan dalam rangka mendukung pencapaian target keberlanjutan. Salah satu caranya dengan penyelarasan kriteria yang sejalan dengan TKBI.