Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kehutanan memastikan ekspor produk hasil hutan Indonesia siap menghadapi implementasi regulasi antideforestasi Uni Eropa yang tertuang dalam European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Sebagaimana diketahui, EUDR bakal mulai berlaku pada akhir Desember 2025 bagi produsen skala besar. Regulasi ini memuat larangan masuknya komoditas pertanian yang terindikasi berasal dari lahan hasil deforestasi ke kawasan Uni Eropa.
“Untuk EUDR kami sudah siap. Kami siap mematuhinya dengan sistem verifikasi legalitas kayu atau SVLK untuk menjamin ketelusuran produk hasil hutan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan Dida Migfar Ridha, Jumat (21/2/2025).
EUDR sendiri menyasar sejumlah komoditas yang dihasilkan Indonesia seperti sawit, kedelai, karet, kakao, kopi hingga kayu. Untuk membuktikan produk ekspor tidak berasal dari kawasan deforestasi, para eksportir harus menuruti menyertakan lokasi geografis asal komoditas.
Dida mengemukakan bahwa SVLK telah menyertakan lokasi geografis untuk memenuhi syarat ekspor tersebut. Namun, dia juga berharap pihak Uni Eropa dan Indonesia berkoordinasi dan menyepakati peta acuan bersama.
“Di SVLK kini sudah dilengkapi dengan geolocation. Jadi ketika berinteraksi dengan pihak luar, langsung terdeteksi. Kami juga berkoordinasi dengan Uni Eropa agar peta yang menjadi acuan sama,” tambahnya.
Baca Juga
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk kayu Indonesia ke Uni Eropa dalam kode HS 44 mencapai US$306,12 juta pada 2024, turun 3,04% dibandingkan dengan 2023 yang menembus US$315,72 juta. Adapun ekspor produk kayu pada 2022 menembus US$388,95 juta.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno mengatakan perubahan peta perpolitikan di negara anggota UE maupun kekuatan besar lainnya turut mempengaruhi arah kebijakan regional seperti EUDR.
Arif memberi contoh perkembangan terkini perpolitikan salah satu kekuatan besar UE. Mengutip Reuters, koalisi pemerintahan yang dipimpin Kanselir Olaf Scholz kolaps pada November 2024 dan negara tersebut bakal menggelar pemilihan umum pada 23 Februari 2025. Seiring dengan perkembangan ini, Alternative für Deutschland (AfD) dengan haluan ekstrem kanan mengemuka sebagai kekuatan baru.
“Jadi arah EUDR masih belum diketahui karena perubahan-perubahan ini,” kata Arif dalam seminar internasional bertema regulasi antideforestasi UE yang digelar Rumah Sawit Indonesia, Rabu (19/2/2025).
Kembalinya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump disebut Arif turut menambah ketidakpastian implementasi EUDR. Terlebih dengan sikap Trump yang cenderung tidak pro perubahan iklim dan adanya lobi politik dari pemangku kepentingan di AS.
“Asosiasi kedelai di Amerika Serikat juga telah menyatakan penolakan terhadap EUDR. Namun bukan karena mereka tidak menerapkan sustainability, tetapi lebih karena alasan politis yaitu, mengapa Amerika harus sustainable? Why do we have to do this? Itu pernyataan mereka sampaikan terhadap Uni Eropa,” tambahnya.
Arif mengatakan UE tidak menjelaskan secara resmi alasan penundaan EUDR. Namun pemerintah Indonesia melalui duta besar di 18 negara telah menyatakan protes atas rencana implementasi regulasi tersebut.