Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan produksi biodiesel sepanjang 2024 mencapai 13,15 juta kiloliter (KL) atau meningkat 7,79% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Peningkatan produksi biodiesel untuk mendukung program mandatori B35 berhasil menghemat devisa negara sebesar US$9,33 miliar atau sekitar Rp149,28 triliun (asumsi kurs Rp16.000 per dolar AS) sepanjang 2024.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan penerapan program B35 sejak 2023 terus mendorong produksi biodiesel. Kementerian ESDM mencanangkan produksi biodiesel mencapai 15,6 juta KL untuk memenuhi kebutuhan program B40.
“Dan ini menjadi bagian terpenting bapak-Ibu semua, karena nanti kalau sekarang lagi berjalan [B40] dan 2026 kita dorong ke B50 maka Insyaallah kita tidak lagi mengimpor solar. Ini bagian daripada mendorong kedaulatan energi,” ujarnya dalam paparan kinerja Kementerian ESDM, Senin (3/2/2025).
Adapun dengan pemberlakuan mandatori B40 pada tahun ini, Kementerian ESDM memproyeksikan setidaknya devisa yang dapat dihemat sebesar Rp147,5 triliun, pengurangan emisi sebesar 41,46 juta ton CO2 ekuivalen, dan peningkatan nilai tambah CPO menjadi biodiesel sebesar Rp20,98 triliun.
Di sisi lain, Kementerian ESDM juga memperketat pengawasan sejak bahan bakar B40 didistribusikan. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan pekan ini pengawas sudah mulai diturunkan.
Baca Juga
“Minggu depan kami turunkan pengawas,” ucapnya, seperti dilansir Antara, Kamis (30/1/2025).
Pengawas tersebut terdiri atas pengawas-pengawas dari tim Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), serta Ditjen EBTKE.
Eniya menjelaskan bahwa terdapat tiga tambahan pengawasan yang dilakukan untuk memastikan bahwa bahan bakar yang didistribusikan memang betul B40, yakni dengan mengawasi kandungan air, warna dan densitas.
“Itu yang menjadi faktor penambahan pengawasan, inspeksi,” ucapnya.
Eniya menjelaskan bahwa penambahan pengawasan tersebut merupakan bentuk antisipasi pemerintah terkait distribusi B40, sebab tidak ada insentif dari pemerintah dalam pengimplementasian B40.
“Kalau yang dulu ada insentif, sehingga pasti nih dipakai di laboratorium. Sekarang kan nggak ada insentif, apakah akan begitu? Jadi, kami antisipasi aja,” ucapnya.
Adapun terkait distribusi B40 belum serentak didistribusikan, mengingat di beberapa titik serah masih menghabiskan stok B35. Eniya memperkirakan, seluruh stok B35 akan habis pada 31 Januari 2025.
“Tapi, kalau yang kayak Pertamina, itu sudah sejak awal Januari, pekan pertama, (B35) sudah habis. Jadi, sekarang tinggal di titik-titik yang jauh dan masih ada stok (B35),” kata Eniya.