Bisnis.com, JAKARTA – China memecahkan rekor penambahan kapasitas energi baru terbarukan (EBT) pada 2024. Hal ini dicapai di tengah upaya transisi energi China dan perubahan arah kebijakan iklim Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
Kapasitas energi terbarukan bertenaga surya negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia itu bertambah 277 gigawatt (GW) sepanjang 2024, menurut laporan Badan Energi Nasional (National Energy Administration/NEA) China pada Selasa (21/1/2025). Tambahan itu melampaui rekor tahun sebelumnya yang mencapai 217 GW.
Badan Energi Nasional juga menyebutkan bahwa China berhasil menambah kapasitas energi angin sebesar 80 GW pada 2024. Instalasi energi terbarukan tersebut sekaligus menandai dicapainya bauran energi terbarukan China yang lebih cepat dari target 2030.
Meski demikian, laju penambahan bauran energi terbarukan China diramal bakal melambat dalam beberapa tahun ke depan. Riset BloombergNEF menyebutkan pengembangan energi terbarukan di China terhadang oleh tertundanya peningkatan infrastruktur jaringan listrik dan ketersediaan lahan yang makin terbatas.
Terlepas dari tantangan ini, tambahan kapasitas energi terbarukan China diestimasi menembus 273 GW untuk tenaga surya dan 94 GW energi angin pada 2025.
Pertumbuhan itu terutama didorong oleh naiknya kebutuhan dari perusahaan pelat merah China dan pemerintah provinsi. Riset BloombergNEF juga menyebutkan bahwa entitas-entitas ini telah memasuki tahun terakhir untuk merealisasikan target 14 tahunan energi terbarukan China.
Baca Juga
Selain energi terbarukan berbasis surya dan angin, China juga menambah bauran energi termal sebesar 54 GW pada 2024. Realisasi ini dicapai setelah negara tersebut mempercepat persetujuan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara pada 2022 dan 2023 di tengah krisis energi, menurut NEA.
Ambisi China dalam mengejar target transisi energinya justru kontras dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat, negara penghasil emisi karbon terbesar kedua di dunia.
Seiring dengan dilantiknya Presiden Donald Trump, Amerika Serikat kembali mengumumkan keluar dari kesepakatan iklim Perjanjian Paris. Pemerintahan baru Presiden Donald Trump juga menyerukan peningkatan kapasitas energi fosil dan menghapus kebijakan mandatori kendaraan listrik yang diteken pendahulunya, Presiden Joe Biden.