Bisnis.com, JAKARTA — Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengkritik berjalannya 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto yang memiliki kebijakan mengancam bencana ekologis lingkungan.
Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Mukri Friyatna mengatakan kasus pagar laut untuk reklamasi pantai telah memunculkan pelbagai praktik kejahatan seperti terbitnya sertifikat hak milik (SHM) dan gak guna bangunan (HGB) di aras perairan.
“Baru satu titik masalah yaitu objek pagar, ternyata harus menunggu instruksi presiden. Celakannya instruksi tersebut dijalankan berbeda oleh bawahan Presiden. Dengan kata lain ada yang menjalankan, ada pula yang membangkang,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (21/1/2025).
Menurutnya, jika urusan semudah ini menimbulkan kerumitan yang besar ditingkat institusi pemerintah yang memiliki sumber daya besar, maka permasalahan lingkungan akan berlanjut.
Terlebih, proyek strategis nasional (PSN) Tropical Costaland yang sebagian lahan di dalamnya berupa kawasan hutang lindung dan mangrove diperkirakan akan kembali menjadi korban.
“Bagaimana ke depan jika dihadapkan dengan rencana pembangunan yang lebih besar seperti food estate. Objek lahan diantaranya kawasan hutan. Lalu proyek tambang dan penghiliran nikel yang juga sebagian lahannya ada di kawasan hutan dan pesisir pantai,” katanya.
Baca Juga
Dia berharap pemerintahan Prabowo Subianto bisa bertindak tegas dengan mengeluarkan proyek strategis nasional yang memiliki dampak besar terhadap risiko lingkungan.
“Terhadap para menteri dan eselon satu yang tidak memiliki kecakapan dalam menyelesaikan masalah lingkungan dan disharmoni komunikasi kabinet, kami berharap bisa segera diganti,” ucap Mukri.
Dia menilai banyak kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang sesungguhnya merugikan lingkungan hidup. Namun akar dari semua itu di akhir kepemimpinan Joko Widodo adalah terbitnya UU No. 11 tahun 2020 jo UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Di dalam UU CK terdapat pasal- pasal merugikan lingkungan hidup khususnya terkait partisipasi publik, pemutihan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan dan penyederhanaan perizinan berusaha bagi korporasi. Dia berharap pemerintahan Prabowo Subianto dapat mencabut pasal tersebut.
Lalu terkait Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2023 tentang pemanfaatan hasil sedimentasi di laut, berpotensi dijadikan alat melakukan reklamasi pantai yang akan merusak ekosistem laut nusantara dan perubahan bentang alam juga didesak untuk dibatalkan.
“Proyek food estate, merupakan proyek yang telah digagas oleh Jokowi dan sebagian untuk lahannya menggunakan hutan alam, serta telah terbukti merusak lingkungan seperti di Merauke, Papua Selatan dan Kapuas, Kalimantan Tengah termasuk merugikan masyarakat adat maupun lokal karena merampas sumber-sumber kehidupannya,” tutunrya.
Selain itu, terkait dengan tata ruang, banyak Kabupaten/Kota dan Provinsi yang telah mengalokasikan pemanfaatan ruang untuk proyek ekstraktif termasuk reklamasi pantai guna kepentingan korporasi.
Pada tahun ini, diharapkan pemerintah daerah dan pusat dapat mereview tata ruang agar arahan pemanfaatan pola ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan ekstraktif dan reklamasi pantai untuk dihapus.
Terlebih, bencana ekologis yang kini meningkat baik frekuensi maupun intensitasnya termasuk dampak dan risikonya, menunjukkan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan telah menurun.
“Bencana ekologis yang saat ini terjadi berada pada tapak-tapak proyek industri ekstraktif. Karena ini, kami mendesak agar ditutup kran pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan,” ujar Mukri.
Kepala Divisi Bidang Pelibatan Publik Eksekutif Nasional Walhi Adam Kurniawan menambahkan pada masa awal pemerintahan Prabowo justru melanjutkan perusakan lingkungan yang terjadi di era pemerintahan.
Dia menilai PSN dan food estate telah merusak lingkungan hidup sekitar. Terlebih, proyek food estat telah terbukti tidak mampu menjadi solusi ketahanan pangan.
“Kami melihat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Jokowi, yang berkontribusi terhadap perusakan lingkungan dan perampasan ruang hidup rakyat belum ada yang dikoreksi,” katanya.