Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha sektor penghasil emisi karbon tertinggi di Indonesia melanjutkan komitmennya untuk mengurangi dampak terhadap iklim. Hal ini ditunjukkan melalui adopsi strategi bisnis yang lebih rendah emisi.
Sebagai catatan, sektor energi dan komoditas ekstraktif masih menempati peringkat teratas penghasil emisi karbon global, termasuk di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa pada 2019, sektor energi menghasilkan 638,80 juta ton CO2 dan sektor industri pengolahan sebesar 601,75 juta ton CO2.
Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) Amri Siahaan dalam paparannya di CEO Dialogue on Climate Action di sela-sela COP29 pada Senin (11/11/2024) mengemukakan sejumlah komitmen perusahaan dalam dekarbonisasi atau penurunan emisi karbon. Target ini mencakup pengurangan emisi karbon sebesar 20% pada 2025, 30% pada 2030. Sejauh ini, target 2025 telah dicapai pada 2023.
“Kami juga melakukan transisi ke energi rendah karbon yang diawali dengan listrik bertenaga gas. Kami juga berinvestasi lebih di energi terbarukan,” papar Amri.
CEO PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) Febriany Eddy pada dialog ini juga membagikan perkembangan terbaru komitmen Vale terhadap target penurunan emisi karbon. Teranyar, menandatangani kerja sama dengan GEM CO., Ltd untuk pembangunan smelter berteknologi High-Pressure Acid Leaching (HPAL). Kerja sama proyek smelter HPAL dengan nilai US$1,4 miliar itu ditandatangani saat Forum Bisnis Indonesia-China di Hotel The Peninsula, Beijing, Minggu (10/11/2024).
“Ini akan menjadi smelter HPAL pertama yang dikembangkan dengan komitmen net zero sejak hari pertama pengembangan,” katanya.
Baca Juga
Pada kesempatan yang sama, Direktur PT Astra International Tbk. (ASII) Gita Tiffani Boer mengatakan pendekatan keberlanjutan telah terintegtasi dalam strategi bisnis ASII sejak 2022. Hal ini tecermin dari target penurunan emisi yang tertuang dalam Astra 2030 Sustainability Aspirations.
Dalam komitmen tersebut, Grup Astra menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 30% dan menambah kontribusi energi terbarukan dalam operasional Grup sampai 50%. Selain itu, Astra juga berupaya mengurangi ketergantungan pada bisnis komoditas fosil dengan target perluasan bisnis non-batu bara hingga 88%.
“Lewat aspirasi ini kami ingin turut berkontribusi dalam NDC [Nationally Determined Contribution]. Kami berkontribusi lewat tiga aspek yakni energi, limbah dan kehutanan serta penggunaan lahan,” kata Gita.
Sampai saat ini, Grup Astra telah mengurangi emisi sebesar 13,96% dibandingkan dengan posisi 2019. Selain itu, 44,63% pasokan energi Grup Astra saat ini berasal dari sumber energi terbarukan.
“Kami juga mendukung upaya dekarbonisasi melalui transisi ke kendaraan listrik. Per September 2024, pangsa pasar xEV Astra mencapai 38%,” lanjutnya.
NDC atau Nationally Determined Contributions merupakan kontribusi yang ditentukan secara nasional oleh masing-masing negara untuk memenuhi target iklim global yang diabadikan dalam perjanjian Paris. Indonesia tercatat telah memperbarui NDC-nya pada 2022 dengan target penurunan emisi gas rumah kaca 31,89% dengan kemampuan sendiri dari sebelumnya 29%. Kemudian target dengan dukungan internasional pada menjadi 43,20% dari sebelumnya 41%.